Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Rawan Politik Uang Dan Ancam Keselamatan Warga, ICW Desak Jokowi Tunda Pilkada

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/jamaludin-akmal-1'>JAMALUDIN AKMAL</a>
LAPORAN: JAMALUDIN AKMAL
  • Jumat, 02 Oktober 2020, 15:38 WIB
Rawan Politik Uang Dan Ancam Keselamatan Warga, ICW Desak Jokowi Tunda Pilkada
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Egi Primayogha/Net
rmol news logo Pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) Serentak 2020 pada 9 Desember di tengah pandemi Covid-19 akan membahayakan keselamatan warga dan rawan kecurangan.

Begitu disampaikan oleh peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Egi Primayogha, kepada wartawan, Jumat (2/10).

Egi mempertanyakan keputusan yang diambil Presiden Joko Widodo yang telah dikukuhkan lewat kesepakatan dengan DPR RI dalam rapat dengar pendapat (RDP) pada 21 September lalu.

"Keputusan itu patut dipertanyakan. Pelaksanaan Pilkada 2020 mesti ditunda demi keselamatan warga dan menekan potensi kecurangan yang akan terjadi," ujar Egi.

Ditambahkan Egi, hingga Kamis (1/10), jumlah kasus positif Covid-19 di Indonesia telah mencapai 291 ribu. Di mana, sebanyak 10.856 orang telah meninggal dunia. Bahkan, angka positif harian mencetak rekor pada 25 September sebesar 4.823 orang.

"Pelaksanaan Pilkada di tengah pandemi yang semakin memburuk akan menyebabkan berbagai dampak negatif. Pertama, dapat dipastikan pelaksanaan pilkada akan mengancam kesehatan dan nyawa warga," ucap Egi.

"Sejumlah aktivitas dalam proses pilkada akan menimbulkan kerumunan orang. Proses kampanye misalnya, jelas akan melibatkan banyak orang. Lebih lagi KPU telah mengizinkan digelarnya konser untuk kampanye pilkada. Begitu juga dengan perhitungan suara yang akan melibatkan cukup banyak pihak dalam prosesnya. Dengan begitu, maka risiko penularan akan semakin tinggi," jelasnya.

Kedua, lanjut Egi, praktik kecurangan pun semakin rawan terjadi. Di mana, praktik-praktik politik uang ditengarai akan semakin marak di tengah kondisi pandemik karena banyak warga yang mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidup.

"Permasalahan itu dialami oleh berbagai lapisan warga. Bantuan sosial yang diberikan pemerintah juga tak selalu lancar. Kondisi itu dapat dimanfaatkan oleh para kandidat untuk melakukan praktik vote buying. Kandidat memberikan hal mendesak yang dibutuhkan warga guna mendapatkan suara. Politisasi bantuan sosial untuk kepentingan Pilkada juga akan marak, terutama dilakukan oleh petahana," beber Egi.

Di sisi lain, pandemik juga akan membatasi ruang gerak warga, sehingga pengawasan akan semakin melemah.

"Jikapun dipaksakan, risiko penularan akan semakin tinggi. Oleh sebab itu praktik kecurangan akan semakin marak," tutur Egi.

Yang terakhir, partisipasi warga dalam memilih pada Pilkada 9 Desember nanti juga akan menurun. Warga kemungkinan besar akan enggan untuk berpartisipasi karena besarnya risiko penularan.

Bahkan, ikut hadir di bilik suara dengan protokol kesehatan sekalipun, kata Egi, tidak mengurangi risiko dan ancaman kesehatan dan nyawa mereka.

"Rendahnya partisipasi warga akan menurunkan kualitas dari pilkada itu sendiri, sekaligus mencerminkan terdapat permasalahan di balik prosesnya," pungkasnya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA