Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Hukuman Anas Dikorting MA, Prof Romli: Yang Memperdebatkan Enggak Ngerti Hukum

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/raiza-andini-1'>RAIZA ANDINI</a>
LAPORAN: RAIZA ANDINI
  • Jumat, 02 Oktober 2020, 16:45 WIB
Hukuman Anas Dikorting MA, Prof Romli: Yang Memperdebatkan Enggak Ngerti Hukum
Ahli hukum pidana, Profesor Romli Atmasasmita/Net
rmol news logo Pengurangan masa hukuman Anas Urbaningrum oleh majelis hakim Mahkamah Agung dari 15 tahun menjadi 8 tahun penjara, memicu perdebatan di masyarakat.
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa

Majelis Hakim MA, menilai hakim di tingkat pertama telah khilaf dalam menyematkan pasal bagi Anas. Sehingga Anas dianggap pantas untuk mendapat pengurangan hukuman.

Menyikapi perdebatan soal putusan MA terkait hukuman Anas, ahli hukum pidana Profesor Romli Atmasasmita punya sebuah pandangan. Dia mengatakan, orang yang menyebut Anas dikorting hukumannya oleh MA adalah orang yang tidak memahami hukum pidana.

“Jadi yang bilang dikorting, itu enggak paham pasal itu. Atau paham dan tahu, tapi pura-pura enggak tahu. Kepura-puraan itu menyesatkan pikiran banyak orang. Enggak boleh," kata Prof Romli kepada Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (2/10).

"Kita itu harus memberi pencerahan, menempatkan hukum itu pada tempat yang seharusnya. Bukan menurut keinginan dia. Enggak boleh,” imbuhnya.

Dia menjelaskan, dalam kasus Anas Urbaningrum, hakim PK di MA berlandaskan kepada Pasal 263 ayat 1 KUHAP mengenai peninjauan kembali.

“Jadi, tidak aneh bagi para ahli hukum atau praktisi kalau hakim menggunakan pasal 263 ayat 2 huruf c. Enggak ada yang aneh,” katanya.

Menurut Romli, untuk perkara korupsi memang sulit dibuktikan. Baik di tingkat pemeriksaan di kepolisian, kejaksaan, maupun KPK.

“Kalau mau jujur ya, saya amati perkara korupsi, caranya polisi, jaksa, KPK dalam menangani korupsi, itu adaah perkara yang sangat sulit pembuktiaannya. Artinya di UU Tipikor itu sulit karena banyak tali temali, banyak hubungannya dengan hukum-hukum lain,” paparnya.

Dia menambahkan seharusnya majelis hakim berhati-hati saat menangani kasus korupsi. Lantaran perkara korupsi itu berkelindan dengan aspek hukum lain.

“Kehati-hatian ini, 90 persen perkara tipikor tidak diproses secara hati-hati, jukler harus klir jelas, karena subjek hukum tipikor baik itu pejabat maupun korporasi itu dampaknya luas terhadap administrasi sistem pemerintahan,” ucapnya.

“Karena gini, korupsi itu memang dari dulu sejak zaman baheula, ditujukan kepada orang yang memiliki kekuasaan, karena kekuasaan itu cenderung disalahgunakan. Abuse-nya bukan masalah kewenangan biasa tapi dia berkaitan dengan masalah ekonomi, keuangan, serakah, kan begitu. Oleh karena itu, tidak bisa sembarangan, dampaknya harus dilihat,” tandasnya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA