Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Buntut Merugi Rp 11 T, Pertamina Digugat Masyarakat Sipil Ke PN Jakpus

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/diki-trianto-1'>DIKI TRIANTO</a>
LAPORAN: DIKI TRIANTO
  • Jumat, 02 Oktober 2020, 20:15 WIB
Buntut Merugi Rp 11 T, Pertamina Digugat Masyarakat Sipil Ke PN Jakpus
Aliansi Masyarakat Sipil dan Center for Budget Analysis akan menggugat PT Pertamina ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat/Ist
rmol news logo Sejumlah masyarakat sipil yang tergabung dalam Center for Budget Analysis (CBA), Kaki Publik, dan Alaska akan mengajukan gugatan terhadap PT Pertamina yang belakangan merugi hingga Rp 11 triliun ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Koordinator Aliansi Lembaga Analisis kebijakan dan Anggaran (Alaska), Adri Zulpianto mengatakan, selain Pertamina, pihaknya juga akan menggugat kantor hukum Meli Darsa & Co serta Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dengan alasan perbuatan melawan hukum.

"Perbuatan melawan hukum dimaksud adalah terkait adanya kelalaian Price Waterhouse Coopers dan Meli Darsa & Co dalam membuat kajian managemen dan kajian hukum yang menjadi dasar restrukturisasi holding dan pembentukan subholding di tubuh PT Pertamina (Persero)," ujarnya dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (2/10).

Ia menjelaskan, kelalaian dimaksud adalah tidak melakukan review dan analisa secara menyeluruh dalam produk kajian hukumnya, salah satunya dengan tidak mempertimbangkan dasar hukum spin off dalam UU Perseroan Terbatas (UU 40/2007), yang mengakibatkan produk kajian hukum tersebut menjadi cacat hukum.

Di tenpat yang sama, Direktur Center for Budget Analysis (CBA), Ucok Sky Khadafi mengatakan, peraturan dan mekanisme subholding di dalam tubuh Pertamina belum jelas dan belum tuntas.

Dalam proses restrukturisasi holding dan pembentukan Subholding, jelasnya, Pertamina mengonsultasikannya kepada manajemen konsultan Amerika, Price Waterhouse Coopers (PwC) dan pembuatan kajian hukum menunjuk Melli Darsa & Co.

"Setelah Pertamina merugi Rp 11 triliun, format subholding Pertamina seperti langkah emosional, perusahaan besar plat merah tersebut seperti ingin mendapatkan pendapatan lebih seperti emak-emak yang menggebu-gebu untuk berdagang, berharap keuntungan lebih tapi konsep dan perencanaannya tidak jelas," kata Uchok.

Dijelaskannya, PwC tidak menjadikan UU 40/2007 sebagai salah satu dasar dalam memberikan pertimbangan mengenai pembentukan subholding, khsusunya Pasal 127 UU 40/2007 Tentang Perseroan Terbatas.

"Dengan demikian, kajian yang dibuat tidak cermat dan bertentangan dengan undang-undang," ujarnya.
  
Selain itu, komisaris maupun direksi sebelum membentuk subholding, tidak melakukan tahapan sebagaimana ketentuan Pasal 127 UU 40/2007, sehingga tindakan komisaris maupun direksi dalam pembentukan subholding juga telah salah.

"Karena subholding sudah terlanjur terbentuk, sementara asset dan bisnis tetap di holding (induk perusahaan), akhirnya terpaksa diintrodusirlah istilah baru yang sama sekali tidak pernah ada di literatur bisnis manapun dalam sekolah bisnis di seluruh dunia, yaitu subholding virtual sebagai lawan dari istilah subholding legal. Terjemahan gampangnya subholding virtual adalah subholding abal-Abal alias subholding khayalan," bebernya.

Dalam hal ini, ia menilai sosok Menteri BUMN, Erick Thohir dan Komisaris Utama Pertamina, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok memiliki kontribusi besar dalam polemik Pertamina.

"Ini jadi mainan ambisi Ahok dan Erick Thohir. Erick Thohir punya kontribusi besar dan paling bertanggung jawab atas kekacauan yang terjadi karena menghapuskan Direktorat Teknis Operasional tanpa mengalihkan aset, saham dan bisnis, serta wewenang ke subholding," tambahnya.

Selain itu, hilangnya posisi Deputi di Kementerian BUMN selaku pembina teknis dinilai menjadi wujud tidak ada yang bisa memberi masukan secara jernih kepada Menteri BUMN.

"Inilah yang mengakibatkan Erick Thohir terjerumus dan terjebak sendiri dengan prinsip-prinsip dasar yang dia kembangkan akibat tidak adanya fungsi kendali ke Ahok, dengan membentuk subholding Pertamina secara ugal-ugalan tanpa melaksanakan GCG, berpotensi melanggar hukum bahkan sampai menjadikan Pertamina sebagai gajah percobaan," ungkapnya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA