Penilaian tersebut disampaikan Sekretaris Jenderal Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) Ulama, Edy Mulyadi dalam sebuah poster yang diterima Kantor Berita Politik RMOL, Senin (5/10).
"Presidential Threshold (PT) atau ambang batas pencalonan presiden adalah ibu dari kejahatan demokrasi," ujarnya.
Lebih jauh lagi, Edy menyebut PT 20 persen menyebabkan ongkos demokrasi menjadi amat mahal dan mempertegas adanya bohir-bohir politik. Karena itu, kemudian pemimpin yang dihasilkan kurang berpihak kepada rakyat.
"Presiden terpilih harus membayar mereka (bohir-bohir politik) dengan kompensasi, berupa konsensi dan peraturan perundang-undangan yang merugikan rakyat," ungkapnya.
Edy berharap PT 20 persen yang tengah diuji materil di Mahkamah Konstitusi, atas gugatan tokoh nasional Dr. Rizal Ramli, bisa dikabulkan oleh hakim.
"Hapus PT (20 persen). Nol persenkan PT, agar lahir pemimpin yang amanah, kapabel, dan berintegritas," demikian Edy Mulyadi.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: