Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Indonesia Bisa Manfaatkan Bonus Demografi Untuk Perkuat Sektor Industri

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/raiza-andini-1'>RAIZA ANDINI</a>
LAPORAN: RAIZA ANDINI
  • Rabu, 07 Oktober 2020, 15:34 WIB
Indonesia Bisa Manfaatkan Bonus Demografi Untuk Perkuat Sektor Industri
Ketua Prodi Hubungan Internasional Universitas Nasional (Unas), Jakarta, Dr. Irma Indrayani/Net
rmol news logo Bonus demograsi di Indonesia yang diperkirakan Badan Perencana Pembangunan Nasional (Bappenas) jumlahnya mencapai 64 persen dari total jumlah penduduk sebanyak 297 juta jiwa pada tahun 2030-2040, tidak perlu dicemaskan. Jepang pernah mengalami hal tersebut pada 1950 yang bisa dimanfaatkan dengan baik.

Demikian disampaikan Ketua Prodi Hubungan Internasional Universitas Nasional (Unas), Jakarta, Dr. Irma Indrayani dalam webinar yang diselenggarakan di sebuah hotel di Jakarta Selatan, Rabu (7/10).

"Jepang melesat menjadi negara dengan kekuatan ekonomi ketiga dunia pada dekade 70-an setelah Amerika Serikat dan Uni Soviet," ungkap Irma.

Menurut Irma, apa yang dialami Jepang pada 1950-an sama dengan apa yang dialami oleh Indonesia saat ini, dimana penduduk yang memiliki usia produktif (15-64 tahun) jumlahnya lebih besar dari usia produktif (Jepang 59 persen: 41 persen, Indonesia 67 persen: 33 persen).

Persoalannya adalah, bagaimana Indonesia bisa memanfaatkan bonus demografi itu dengan baik sebagaimana pernah dilakukan Jepang tahun 1950an.

Dalam webinar bertema "Penguatan Daya Saing Industri Nasional Dalam Mempersiapkan Bonus Demografi 2030" yang diselenggarakan atas kerjasama PKSP Unas, Institut Tehnologi dan Bisnis Ahmad Dahlam Jakarta, dan CIDES itu, Irma menyarankan perlunya memanfaatkan peluang di sektor industri untuk menyerap bonus demograsi. Hal ini mengingat sebagian besar latar belakang pekerja Indonesia masih berpendidikan SD, SMP, SMA.

"Industri padat karya, minim modal, produk retail seperti produk makanan dan minuman, tekstil, furnitur, logistik, dan transportasi bisa menjadi pilihan untuk menyerap banyak tenaga kerja," tutur Irma seraya menambahkan, tentu saja tenaga-tenaga kerja tersebut harus dipersiapkan skill maupun kompetensinya agar benar-benar bisa terserap ke dalam lapangan kerja yang ada.

Selain itu perlu dilakukan kampanye kemandirian pada produksi dalam negeri agar industri-industri nasional bisa bertumbuh dengan baik, dan selanjutnya mampu menyerap tenaga kerja yang besar. Hal ini perlu dilakukan terutama karena pada masa pandemi Covid-19 saat ini banyak negara menutup pintu perbatasannya terhadap produk-produk industri negara lain.

Selain Irma Indrayani, webinar yang dipandu oleh Ade Algifari itu menghadirkan narasumber Dr. Chairil Abdini (Staf Khusus Menteri PPN/
Kepala Bappenas), dan M. Rudi Wahyono (peneliti CIDES).

Dalam kesempatan itu, Chairil Abdini sependapat perlunya industri manufaktur didorong sebagai lokomotif penyerap bonus demografi, karena secara tradisionil terbukti kontribusinya dalam GDP.

"Meskipun peranannya cenderung turun dalam 10 tahun terakhir, kontribusi industri manufaktur dalam GDP masih yang terbesar," jelas Chairil.

Dia merinci bahwa industri makanan dan minuman, logistik, farmasi masih tumbuh baik meski pangsa pasarnya terus digerus produk-produk impor. Agar bisa menyerap tenaga kerja yang lebih besar lagi, maka kapasitas industri manufaktur harus ditingkatkan. Salah satu caranya adalah mengurangi banjir impor barang sejenis.

"Jika ada kemandirian industri manufaktur tentunya akan terjadi penyerapan tenaga kerja yang luar biasa. Dan pemerintah berkomitmen meningkatkan daya saing industri manufaktur melalui berbagai kebijakan," tutup Chairil. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA