Hal tersebut dikatakan Tri Sasono selaku koordinatpr Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu, Gabungan Serikat Pekerja Pelabuhan Indonesia, Federasi Serikat Pekerja Perkebunan Indonesia, Koalisi Nasional Serikat Pekerja Indonesia, Federasi Serikat Pekerja Mandiri.
"Kami telah membaca dan mempelajari pasal demi pasal UU Ciptaker untuk klaster ketenagakerjaaan yang terkait kesejahteraan kaum pekerja," ujar Tri Sasono dalam keterangannya, Jumat (9/10).
Salah satu yang menjadi sorotan adalah soal kabar upah minimum pekerja yang akan dihapuskan. Dikatakan Tri Sasono, hal tersebut tidak benar.
"Peraturan terkait upah minimum pekerja dalam UU Ciptaker tidak dihapuskan, tetapi perhitungan tetap mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi dan inflasi. Pendapatan Pekerja yang diterima tidak akan turun sama sekali," katanya.
Kata dia, terkait hak-hak buruh yang di PHK untuk mendapatkan pesangon UU Ciptaker juga tetap mengatur terkait pesangon, yaitu adanya kepastian pembayaran pesangon dan korban PHK mendapat tambahan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).
"Selain itu juga Buruh Korban PHK mendapatkan fasilitas peningkatan kompetensi atau
up skilling serta diberikan akses ke pekerjaan baru dari pemerintah," imbuhnya.
Berikutnya, terkait jam kerja bagi buruh bahwa dalam UU Ciptaker pengaturan mengenai waktu kerja mulai dari hari aktif, hari libur, istirahat, hingga hari cuti dalam UU Ciptaker masih sama seperti UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan.
Begitu juga pemberi kerja dan pengusaha wajib memberikan waktu istirahat bagi pekerja termasuk untuk beribadah serta memberikan cuti baik untuk melahirkan, menyusui, dan haid tetap disesuaikan dengan UU 13/2003.
"Sementara yang sifatnya jenis pekerjaan tertentu dan membutuhkan fleksibilitas seperti pekerjaan director e-commerce dan digitalisasi itu diatur khusus dalam hal jam kerjanya," katanya.
Masih kata Tri Sasono, terkait PKWT dalam UU Ciptaker justru menguntungkan Buruh. Yaitu pekerja waktu tertentu (pekerja kontrak) kini mendapatkan kompensasi saat perjanjian kerjanya berakhir dengan syarat merujuk UU 13/2003.
Selanjutnya, terkait sistim pekerjaan yang mengunakan tenaga
outsourching dalam UU Ciptaker justru menjamin kepastian keberlanjutan pekerja
outsourching.
"Di mana selama ini banyak perusahaan jasa
outsourching dan pengunanya pada nakal mengakali para pekerja
outsourching dalam hal kepastian pekerjaan dan masa kerjanya yang hanya tiga tahun saja," jelasnya.
Tri Sasono memastikan, syarat dan perlindungan hak bagi pekerja atau buruh dalam kegiatan
outsourching masih tetap dipertahankan bahkan UU Cipta Kerja memasukkan prinsip pengalihan perlindungan hak bagi pekerja atau buruh apabila terjadi pergantian perusahaan alih daya sepanjang obyek pekerjaannya masih ada.
"Jika seperti ini maka setelah pekerja
outsourching menjalankan masa kerja lebih dari tiga tahun dan melakukan perpanjangan kontraknya maka perusahaan penguna jasa pekerja
outsourching wajib menjadikan mereka berstatus tenaga kerja tetap dan memiliki fasilitas gaji dan kesejahteraan sebagai pekerja tetap di perusahaan tersebut sesuai UU 13/2003," pungkasnya.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: