Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

GMNI Tempuh Jalur Judicial Review Ke MK Tanggapi UU Ciptaker

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/angga-ulung-tranggana-1'>ANGGA ULUNG TRANGGANA</a>
LAPORAN: ANGGA ULUNG TRANGGANA
  • Jumat, 09 Oktober 2020, 22:27 WIB
GMNI Tempuh Jalur <i>Judicial Review</i> Ke MK Tanggapi UU Ciptaker
Ketum DPP GMNI, Arjuna Putra Aldino/Net
rmol news logo Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (DPP GMNI), Arjuna Putra Aldino menyoroti sejumlah pasal-pasal kontroversial yang telah disahkan dalam UU Cipta Kerja oleh DPR Senin lalu.
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa

Menurutnya, pada awalnya tujuan Omnibus Law adalah mengurangi hiperregulasi agar lebih efisien. 

Namun demikian, dalam perjalanan pembahasan ada indikasi kuat banyak penumpang gelap yang memanfaatkan Omnibus Law untuk kepentingan bisnisnya.

Diantaranya soal Bank Tanah yang termuat dalam BAB VIII tentang Pengadaan Tanah. Dimana paling sedikit 30 (tiga puluh) persen dari tanah negara yang diperuntukkan untuk bank tanah dan pasal 129 nomor 1 menyebutkan tanah yang dikelola Bank Tanah diberikan hak pengelolaan dalam bentuk hak guna usaha, hak guna bangunan, dan hak pakai.

Dilanjutkan dalam Pasal 138, pemegang hak pengelolaan dapat memperpanjang memperbaharui hak guna bangunan. Tak ada penjelasan berapa lama hak guna dapat diperpanjang.

"Jika tidak hati-hati, skema bank tanah ini bisa menjadi ladang praktik perburuan rente. Dimana segelintir elite predator dapat memperoleh hak istimewa berupa konsesi lahan milik negara layaknya Program Benteng. Dan ini berpotensi meningkatkan ketimpangan kepemilikan lahan," ujar Arjuna, Jumat (9/10).

Kedua, menurut Arjuna yang patut disoroti yaitu hilangnya pasal Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang dikenal dengan Pasal Pertanggungjawaban Mutlak.

UU Cipta Kerja telah menghapus upaya negara dan masyarakat untuk menjerat sektor privat/korporasi yang merusak lingkungan dan pembakar hutan.

"Hilangnya redaksi tanpa perlu pembuktian unsur kesalahan dalam UU Ciptaker punya konsekuensi praktis yang tak kecil. Artinya, pertanggungjawaban korporasi terhadap kelestarian lingkungan berpotensi diminimalkan dan terindikasi akan hilang dengan sendirinya," tambah Arjuna.

Arjuna juga menyesalkan dalam pasal 169 A UU Ciptaker di bagian ketentuan peralihan dimana proses perpanjangan Kontrak Karya dan Perjanjian Kontrak Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) tanpa melalui mekanisme lelang.

Adapun enam PKP2B itu terdiri dari PT Arutmin Indonesia, PT Kaltim Prima Coal, PT Multi Harapan Utama, PT Adaro Indonesia, PT Kideco Jaya Agung, dan PT Berau Coal. Enam PKP2B tersebut telah menguasai 70 persen produksi nasional batu bara.

"Perubahan PKP2B menjadi IUPK tanpa melalui mekanisme lelang jelas memuluskan taipan batu bara. Kita tinggal lihat ada tidak bisnis pejabat atau elite tertentu yang punya kaitan dengan enam perusahaan yang terlibat PKP2B. Ini berpotensi korupsi kebijakan dengan model kapitalisme konco," tutur Arjuna.

DPP GMNI memilih sikap politik dengan melakukan Judicial Review ke Mahkamah Konstitusi untuk mengoreksi pasal-pasal kontroversial yang dirasa tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila sebagai sumber segala sumber hukum (staatsfundamentalnorm) dan Undang-undang Dasar 1945 sebagai grundnorm.

"Kami akan membentuk tim kerja untuk menyiapkan JR sebagai jalan perjuangan yang kita pilih. Kami juga akan berkonsultasi dengan para akademisi, pakar hukum dan praktisi untuk menyiapkan upaya JR", tutup Arjuna.rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA