Salah satunya dikatakan anggota Komisi I DPR RI, Fadli Zon yangmengaku heran, institusi BIN menggunakan jurubicara.
Menurut dia, BIN tidak ada jubirnya, apalagi sampai umumkan informasi ke publik. Tugas BIN hanya melaporkan semua informasi kepada presiden sebagai pengguna tunggal informasi intelejen.
Terkait kritik tersebut, pengamat intelejen Stanislaus Riyanta menyebutkan, bahwa tidak masalah lembaga intelijen mempunyai jurubicara dan berkomunikasi dengan publik.
"Beberapa lembaga intelijen milik negara lain juga mempunyai jurubicara untuk berkomunikasi dengan publik. CIA contohnya, mempunyai jurubicara wanita bernama Nicole de Haay," kata Stanislaus dalam keterangannya, Senin (12/10).
"Bahkan lembaga intelijen di negara lain juga mempunyai akun media sosial yang cukup aktif berinteraksi dengan publik," imbuhnya.
Stanislaus juga menjelaskan, bahwa di era demokrasi ini lembaga intelejen perlu menjaga hubungan baik dengan publik dan salah satu caranya adalah gaya berkomunikasi.
Namun, kata dia, batasan-batasanya konten yang dikomunikasikan tentu sangat terbatas mengingat lembaga intelejen seperti BIN mempunyai
single client dan
end user yaitu presiden.
Jurubicara BIN, sambungnya, pasti sudah memilah mana yang akan disampaikan kepada publik dan mana yang menjadi informasi intelejen untuk disampaikan kepada user.
"Dalam peristiwa-peristiwa tertentu, terutama yang memerlukan peran BIN seperti ketika ada ancaman bagi negara, maka wajar jika BIN berkomunikasi dengan masyarakat, yang penting bukan membuka informasi intelijen" pungkasnya.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: