Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Episode Ambruknya Marwah Presiden Dan DPR

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/jamaludin-akmal-1'>JAMALUDIN AKMAL</a>
LAPORAN: JAMALUDIN AKMAL
  • Selasa, 13 Oktober 2020, 08:15 WIB
Episode Ambruknya Marwah Presiden Dan DPR
Analis sosial politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedilah Badrun/Net
rmol news logo Pengesahan Omnibus Law UU Cipta Kerja menjadi episode ambruknya marwah Presiden Joko Widodo dan DPR RI dalam menjalankan amanah konstitusi di bidang regulasi.

"Pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja di paripurna DPR pada 5 Oktober lalu adalah episode paling buruk dari performa DPR RI dan Presiden dalam menjalankan amanah konstitusi di bidang regulasi," ujar analis sosial politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedilah Badrun, kepada Kantor Berita Politik RMOL, Selasa (13/10).

Bukan tanpa alasan, Ubedilah pun membeberkan tiga hal yang mendasari kesimpulannya tersebut.

Pertama, kata Ubedilah, secara prosedur proses UU Cipta Kerja sejak awal dianggap tidak menjalankan prinsip open goverment, yaitu prinsip transparansi.

"Bahkan pengesahan tahap 1 dilakukan malam hari. Selain itu, minim pelibatan pemangku kepentingan saat perumusan dari pihak pemerintah. Di DPR juga minim dengar pendapat dari seluruh pemangku kepentingan dari 76 UU yang akan dijadikan satu dalam Omnibus Law yang tebalnya lebih dari seribu halaman tersebut," jelas Ubedilah.

Selanjutnya, DPR RI dan pemerintah tidak mendengarkan aspirasi publik secara luas. Padahal, penolakan muncul dari mayoritas elemen masyarakat. Baik dari mahasiswa, buruh, ormas terbesar seperti Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah, dari Majelis Ulama Indonesia (MUI), akademisi, dan elemen masyarakat lainnya.

"DPR dan Presiden tutup telinga dan nuraninya. Padahal demonstrasi besar dan meluas di 34 Provinsi terjadi pada 8 Oktober 2020," lanjut Ubedilah.

Yang terakhir, sambung Ubedilah, secara administratif dokumen UU Cipta Kerja tersebut ternyata draf finalnya tidak dipegang oleh anggota DPR RI saat paripurna.

"Artinya, tidak ada dokumen final yang resmi saat paripurna, lalu apa yang disahkan DPR padahal dokumennya tidak ada, tidak bisa diakses oleh publik?" tegas Ubedilah.

Apalagi, tambah Ubedilah, hingga saat ini terdapat tiga versi draf RUU Cipta Kerja. Yakni versi 905 halaman, 1.035 halaman, dan 1.028 halaman.

"Mana yang benar? Yang benar adalah betapa buruknya performa DPR dan Presiden. Ini episode ambruknya marwah DPR dan Presiden," pungkas Ubedilah. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA