"Kami belum sempat mengkaji secara serius, namun saya melihat,
presidential threshold itu terlau tinggi," kata Pj Ketua Umum PB HMI, Arya Kharisma Hardy dalam acara Tanya Jawab Cak Ulung-RMOL tema "HMI Telah Bergerak! Merumuskan Peta Penyelamatan Negara" secara virtual, Kamis (15/10).
Jelas Arya Kharisma, dengan tingginya
presidential threshold membuat peluang putra putri terbaik bangsa menjadi pemimpin semakin sempit.
Padahal menurutnya, demokrasi yang baik itu adalah, rakyat memilih pemimpinnya. Bukan memilih pemimpin yang sudah dipilihkan partai politik.
"Sekarangkan dipilih partai politik, baru masyarakat dipilihkan," ujar Arya Kharisma.
Ke depan, dia setuju
presidential threshold sebesar 20 persen ini perlu dikaji secara matang, sehingga bisa memberbaiki demokrasi yang sudah jalan.
"Harus kita kaji dan perbaiki ke depan," ucapnya.
Ditambahkan Arya Kharisma, ada tiga ketentuan sebuah negara bisa disebut sebagai negara demokrasi. Pertama, politik tanpa kekerasan baik fisik atau aturan. Kedua, adanya partisipasi publik. Ketiga, kebebasan menyampaikan pendapat.
"Inilah cici-ciri negara demokratasi," tutupnya dalam acara yang dipandu redaktur
Kantor Berita Politik RMOL, Angga Ulung Tranggana.
Seperti di ketahui, saat ini tokoh bangsa, Dr. Rizal Ramli bersama sahabatnya Abdulrachim Kresno didampingi kuasa hukum Refly Harun sedang mengajukan
judicial review terkait ambang batas pencalonan presiden ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Rizal Ramli dkk mendorong ambang batas pencalonan presiden harus berada di angka nol. Pasalnya,
presidential threshold sebesar 20 persen yang ada saat ini adalah bentuk demokrasi kriminal.
Dimana, demokrasi kriminal itu berpotensi mencederai kehidupan demokrasi dengan maraknya politik uang dalam bursa politik Indonesia. Karena yang memilih calon pemimpin adalah cukong.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.