Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

3 Kelompok Pendemo RUU Ciptaker, Yang Terakhir Penumpang Gelap Yang Menjurus Pada Kekerasan

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ahmad-satryo-1'>AHMAD SATRYO</a>
LAPORAN: AHMAD SATRYO
  • Sabtu, 17 Oktober 2020, 08:42 WIB
3 Kelompok Pendemo RUU Ciptaker, Yang Terakhir Penumpang Gelap Yang Menjurus Pada Kekerasan
Seorang pengunjuk rasa melempar petugas/Net
rmol news logo Aksi unjuk rasa menolak RUU Cipta Kerja oleh kaum buruh dan mahasiswa sejatinya dijamin undang-undang. Tapi disayangkan, aksi diwarnai kekerasan ataupun serangan terhadap aparat keamanan dan perusakan fasilitas umum.

Demikian disampaikan pengamat sosial politik, intelijen dan keamanan, Stanislaus Riyanta dalam diskusi webinar yang dihelat Indonesian Public Institute (IPI) dengan tema "Pro Kontra Omnibus Law, Kepentingan Siapa?", Jumat (16/10).

Diskusi itu diawali prakata oleh Direktur Eksekutif IPI, Karyono Wibowo, kemudian paparan materi empat pembicara, yakni Wakil Ketua Komisi Tetap Pembiayaan Infrastruktur Bidang Konstruksi dan Infrastruktur KADIN yang juga Kepala Bidang Fiskal Perbankan dan Asuransi SOKSI, Irvan Rahardjo; Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI), Elly Rosita Silaban; aktivis mahasiswa, Abdi Maulana; dan moderator Puspita Ayu Putri.

Stanislaus menduga, terjadinya kekerasan dan serangan terhadap aparat keamanan termasuk perusakan fasilitas umum terlihat sudah direncankan. Hal itu terbukti dari temuan adanya orang-orang yang menyusup dalam kelompok buruh dan mahasiswa dengan membawa peralatan seperti besi panjang, batu, bahkan molotov.

"Alat-alat tersebut dibawa tentu saja bukan untuk mendukung penolakan omibus law UU Cipta Kerja tetapi untuk menciptakan kondisi kacau dan rusuh, dan mengarah kepada delegitimasi pemerintah," jelasnya.

Stanislaus menyebut ada tiga kelompok dalam unjuk rasa menolak UU Cipta Kerja yang terjadi di berbagai kota di Indonesia.

Kelompok pertama adalah mahasiswa dan buruh yang tujuan utamanya murni mengkritisi UU Cipta Kerja.

"Kelompok pertama ini sangat jelas identitasnya, tempat kerjanya jelas, kampusnya jelas. Mereka menggunakan hak menyampaikan pendapat yang dilindungi Undang-Undang," kata Stanislaus.

Kemudian kelompok kedua, adalah para pengikut, pengejar eksistensi, korban propaganda hoax di media sosial. Kelompok ini didominasi oleh remaja-remaja yang nyaris sebagian besar tidak paham konten UU Cipta Kerja.

"Kelompok kedua ini mudah diprovokasi untuk menyerang aparat," lanjutnya.

Adapun kelompok ketiga, Stanislaus menyebut mereka sebagai para penumpang gelap, menumpang isu penolakan UU Cipta Kerja untuk kepentingannya sendiri atau kelompok.

"Ciri khas dari kelompok ini dapat dilihat dari aksi dan narasinya," jelas Stanislaus.

Dia memaparkan, aksi yang dilakukan kelompok jenis ketiga ini menjurus pada kekerasan dan perusakan dilakukan oleh kelompok anarko.

Sedangkan narasi yang disampaikan melenceng dari UU Cipta Kerja, misalnya narasi lengserkan Presiden atau sentimen terhadap etnis tertentu, dilakukan oleh kelompok politis dan ideologis.

"Bukti dari adanya kelompok ketiga ini adalah adanya penangkapan oleh Polri terhadap para pelaku, yang bukan berasal dari komponen buruh dan mahasiswa," jelas Stanislaus.

Terakhir, dia menilai pengesahan UU Cipta Kerja telah dikapitalisasi dan dijadikan kesempatan oleh kelompok-kelompok tertentu untuk membuat kekacauan, kerusuhan, bahkan mengadu domba antara masyarakat dengan aparat.

"Polri harus bertindak tegas dengan melakukan proses hukum terhadap siapapun juga yang terbukti melakukan provokasi, menyebar hoax, sehingga mangakibatkan unjur rasa menjadi rusuh dan berdampak negatif," tutup Stanislaus. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA