Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Revisi UU Ciptaker Oleh Istana Bukti Ada Yang Mau Dikejar

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/raiza-andini-1'>RAIZA ANDINI</a>
LAPORAN: RAIZA ANDINI
  • Jumat, 23 Oktober 2020, 13:24 WIB
Revisi UU Ciptaker Oleh Istana Bukti Ada Yang Mau Dikejar
Foto ilustrasi/Net
rmol news logo Duagaan adanya penambahan atau pengurangan substansi serta pasal dalam UU Cipta Kerja mencuat paska banyaknya versi undang-undang sapu jagat yang beredar di masyarakat.
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa

Anggota DPR dari Fraksi PKS, M. Nasir Djamil mengatakan, parlemen dan pemerintah terlalu tergesa-gesa dan seakan-akan ada sesuatu yang tengah dikejar dalam penerapan undang-undang sapu jagat ini.

"Itu memang karena tergesa-gesa. Pasti ada yang mau dikejar, akhirnya banyak yang lupa kemudian ditambah, ya enggak bisa," ucap Nasir kepada Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (23/10).

Fraksi PKS bersama Partai Demokrat adalah dua dari sembilan fraksi di parlemen yang menolak pengesahan UU Ciptaker.

Nasir yang juga anggota Badan Anggaran DPR ini mengingatkan akan pernyataan Presiden Joko Widodo yang mengatakan, tidak menutup kemungkinan jika ada masukan dari berbagai kalangan akan ditambah. Namun, menurutnya hal itu cacat formal.

"Presiden bilang ada masukan-masukan akan ditambah kek mana tambahnya? Itu enggak bisa ditambah. Makanya, (dibuat) Perppu kalau dia mau mengakomodir masukan-masukan dari buruh, akademisi, partai politik," katanya.

Seharusnya, masih kata Nasir, Presiden tidak perlu malu untuk mengeluarkan Perppu UU CIptaker lantaran banyaknya cacat dalam undang-undang tersebut. Perppu bisa dijadikan bantalan omnibus law yang sejak awal diduga telah cacat formal.

"Kenapa mesti malu mengeluarkan perppu? Kenapa mesti gengsi? Apalagi dia bilang untuk rakyat, untuk bangsa rela reputasi dia berani korbankan kalau untuk rakyat dan bangsa, ini kesempatan untuk rakyat dan bangsa ini," tandasnya.

Sebelumnya, Ketua Badan Legislasi DPR, Supratman Andi Agtas menerangkan, Pasal 46 UU 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi itu memang seharusnya dihapus dari UU Ciptaker, karena terkait tugas Badan Pengatur Hilir (BPH) Migas. Istana pun sudah merevisi pasal itu dalam draf UU yang diterima dari DPR.

"Terkait Pasal 46 yang koreksi, itu benar. Jadi kebetulan Setneg yang temukan. Jadi, itu seharusnya memang dihapus, karena itu terkait dengan tugas BPH Migas," kata Supratman kepada wartawan, Kamis (22/10). rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA