Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Omnibus Law Tidak Hilangkan Peran Pemda, Mantan Dirjen Otda Beberkan Politik Desentralisasi Terkendali Jokowi

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/faisal-aristama-1'>FAISAL ARISTAMA</a>
LAPORAN: FAISAL ARISTAMA
  • Sabtu, 24 Oktober 2020, 10:46 WIB
Omnibus Law Tidak Hilangkan Peran Pemda, Mantan Dirjen Otda Beberkan Politik Desentralisasi Terkendali Jokowi
Mantan Dirjen Otda Kemendagri, Djohermansyah Djohan/Net
rmol news logo Berbeda ketika era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang menekankan keseimbangan desentralisasi otonomi daerah (Otda), politik desentralisasi terkendali otda era Presiden Joko Widodo menjadi dasar lahirnya omnibus law UU Cipta Kerja.

Omnibus law UU Ciptaker dinilai sebagai cara pemerintah untuk mengatasi rumitnya proses perizinan, hingga masih adanya praktek jual-beli perizinan berusaha.

Begitu disampaikan mantan Dirjen Otda Kemendagri, Djohermansyah Djohan saat menjadi narasumber dalam serial diskusi daring Pupuli Center bertajuk "Omnibus Law dan Otonomi Daerah", Sabtu (24/10).

"Polemik desentralisasi Indonesia ini mengambil pola berkeseimbangan oleh Presiden SBY. Nah ini moderasi supaya ada keseimbangan dan juga untuk memudahkan kontrol. Nah, Pak Jokowi ini politik desentralisasi terkendali," ujar Djohermansyah.

"Jadi, bedanya kalau SBY berkeseimbangan kalau ini dikendalikan," imbuhnya.

Djohermansyah menjelaskan, politik desentralisasi era Presiden Jokowi yang diikuti dengan omnibus law UU Ciptaker ini sebetulnya tidak menghapuskan kewenangan pemerintah daerah, pada dasarnya tetap ada tapi mereka diwajibkan mengikuti NSPK (Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria) yang dibuat pemerintah pusat.

"Proses perizinan berusaha melalui OSS, sebagian kecuali bidang pertambangan ditarik ke pusat. Bila Pemda tidak bisa menjalankan kewenangan sesuai NSPK, kewenangan tersebut diambil alih pemerintah pusat," tuturnya.

Djohermansyah memahami omnibus law UU Ciptaker memilki tujuan baik dalam rangka politik desentralisasi terkendala ala Presiden Jokowi. Menurutnya, masih banyak proses perizinan hingga praktik jual beli terjadi di daerah.

"Mengapa? Karena adanya red tape, pelayanan perijinan berusaha tidak investor friendly, tidak ada standar, tidak terpadu, dan tidak ada kepastian penyelesaian jin, dan tata caranya rumit, terjadi praktik jual beli ijin, mengganggu penciptaan lapangan kerja," demikian Djohermansyah.

Selain Djohermansyah, narasumber lain dalam diskusi tersebut yakni pengamat bisnis dan keuangan Andi Rahmat; peneliti senior LIPI, Siti Zuhro; dan pengamat ekonomi dan keuangan daerah, Jilal Mardhani. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA