Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Bawaslu Beberkan Konsekuensi Penyelenggara Pilkada Yang Tidak Taat Kode Etik Pemilihan

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ahmad-satryo-1'>AHMAD SATRYO</a>
LAPORAN: AHMAD SATRYO
  • Selasa, 27 Oktober 2020, 15:55 WIB
Bawaslu Beberkan Konsekuensi Penyelenggara Pilkada Yang Tidak Taat Kode Etik Pemilihan
Ratna Dewi Pettalolo/Net
rmol news logo Penyelenggara Pilkada Serentak 2020 disemua tingkatan diharapkan bisa menaati etika pemilihan umum (pemilu) yang telah diatur di dalam perundang-undangan.

Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Ratna Dewi Pettalolo mengatakan, kode etik pemilu merupakan satu hal yang harus dipedomani penyelenggara pemilu.

Beberapa aturan yang terkait Pilkada, disebutkan Ratna Dewi adalah UU 6/2020 tentang perubahan atas Perppu 2/2020 tentang Pilkada, dan UU 7/2017 tentang Pemilu.

Selain itu, ada Perbawaslu 8/2020 tentang perubahan Perbawaslu 14/2017 tentang Penanganan Pelanggaran Pilkada, dan Perbawaslu 4/2018 tentang Penangana Pelanggaran Kode Etik Khusus Penyelenggara Ad Hoc.

"Saya kira sama-sama kita ketahui bahwa konstitusi kita tegas menyatakana negara kita menganut paham kedaulatan rakyat dan kedaulatan hukum," ujar Ratna Dewi dalam webinar nasional Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Selasa (27/10).

"Dalam hal pelaksanaan pemilihan maupun pemilu tentu harus dilaksanakan bersama dengan mewujudkan kedaulatan rakyat maupun kedaulatan hukum," sambungnya.

Namun, menurut Ratna Dewi, akan ada sejumlah konsekuensi jika dalam pelaksanaan Pilkada nanti ada penyelenggara yang tidak taat pada peraturan perundang-undangan.

Diantaranya yang pertama adalah pengajuan dugaan pelanggaran kode etik yang berdampak kepada penyelenggara, dengan beragai macam tingkat hukuman jika terbukti bersalah.

"Maka bisa dikenakan sanksi. Ini hanya bisa berdampak pada diri sendiri,"ujar Ratna Dewi.

Selain itu, ada konsekuensi lainnya yang memiliki dampak besar terhadap penyelenggra pemilu secara umum. Yaitu, hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap proses pemilihan yang sedang berjalan. 

"Ini satu bahaya yang sangat besar dalam proses demokrasi dan proses pergantian kepemimpinan. Karena dianggap proses ini cacat karena penyelenggaranya saja tidak berintegritas untuk menjaga proses pemilihan," ungkapnya.

Bahkan yang lebih fatalnya lagi, dipaparkan Ratna Dewi, adalah dampak terkait hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap hasil pemilihan. Sebab, ketika publik distrust terhadap hasil pemilihan, maka dampak terbesarnya adalah instabilitas penyelenggaraan pemerintahan.

Oleh karena itu, Ratna Dewi mengingatkan kepada seluruh jajarannya secara khusus, dan penyelenggara peilu secara umum, untuk bisa mematuhi norma-norma hukum yang berlaku di dalam pelaksanaan pemilu.

Yakni, dengan cara menginternalisasi kode etik penyelenggara Pemilu yang menjadi salah satu kunci sukses penyelenggaran pemilihan yang sedang berjalan.

"Bukan karena sekedar takut sanksi, tetapi karena kita tahu bahwa nilai-nilai etik, nilai-nilai hukum itu harus dipatuhi karena kita menjadi institusi yang sangat menentukan sebuah proses demokrasi yang menjadi satu-satunya cara sah secara hukum digunakan untuk melakukan pergantian kepemimpinan," demikian Ratna Dewi Pettalolo. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA