Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

PKS Cenderung Tidak Ambil Langkah Legislative Review Untuk UU Ciptaker

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/raiza-andini-1'>RAIZA ANDINI</a>
LAPORAN: RAIZA ANDINI
  • Rabu, 04 November 2020, 09:54 WIB
PKS Cenderung Tidak Ambil Langkah <i>Legislative Review</i> Untuk UU Ciptaker
Anggota Komisi XI DPR RI Anis Byarwati/Net
rmol news logo Dua opsi bisa dipilih dalam menyikapi polemik UU Cipta Kerja. Anggota Komisi XI DPR RI Anis Byarwati mengurai bahwa kedua opsi itu adalah legislative review dan penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti UU atau Perppu.

Hanya saja, Anis Byarwati menilai partainya, PKS, tidak akan mengambil opsi legislative review.

“PKS cenderung tidak memilih opsi legislative review,” tegas Anis kepada Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (4/10).

Legislator dari Fraksi PKS ini mengatakan legislative review adalah upaya untuk mengubah suatu UU melalui DPR.

Sederhananya, legislative review ini adalah proses pengusulan UU baru atau revisi UU dan hal itu diatur UUD 1945 dan UU 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundangan.

Karena tak berbeda dengan proses pembuatan UU, maka legislative review UU Cipta Kerja juga harus melalui 5 tahapan membuat UU, yaitu perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan dan pengundangan.

“Artinya, pemerintah dan DPR harus berkomunikasi soal siapa yang menginisiasi legislative review dengan mengajukan poin-poin revisi. Jika diterima DPR, UU Cipta Kerja akan kembali dibahas dalam rapat-rapat di DPR. Prosesnya seperti mulai dari awal lagi,” katanya.

“Karena itu, sikap politik PKS setelah UU Cipta Kerja ini diundangkan oleh presiden adalah mendesak Presiden Joko Widodo untuk menerbitkan Perppu,” imbuhnya.

Anis mendesak pemerintah agar tegas menerbitkan Perppu lantaran menurutnya telah terjadi situasi kegentingan yang memaksa dan sangat urgen menerbitkan perppu seperti yang disebutkan dalam dalam kriteria putusan MK 138/PUU-VII/2009.

Ada pun situasi mendesak dan urgen ini perlu diterbitkan perppu oleh presiden setidaknya memiliki tiga alasan penting.

“Pertama, adanya kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasarkan UU,” katanya.

Selain itu, UU yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum, atau ada UU, tetapi tidak memadai.

“Ketiga, kekosongan hukum itu tidak dapat diatasi dengan cara membuat UU secara prosedur biasa karena akan memerlukan waktu yang cukup lama, sementara keadaan yang mendesak tersebut perlu kepastian untuk diselesaikan,” tuturnya.

Dengan adanya tiga alasan tersebut. Maka, tidak ada halangan bagi presiden untuk segera menerbitkan Perppu.

Jika melihat tiga kriteria di atas, katanya, maka syarat Perppu sudah terpenuhi. Ditambah lagi, UU Cipta Kerja ini sudah diundangkan dan memiliki nomor registrasi di Lembaran Negara RI (LNRI) tahun 2020 nomor 245.
 
“Maka tidak ada yang menghalangi kewenangan Presiden untuk menerbitkan Perppu,” tandasnya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA