Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Didik J Rachbini: Tahun 2020 Kebijakan Ekonomi Jokowi Ngawur Sengawur-Ngawurnya!

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ahmad-satryo-1'>AHMAD SATRYO</a>
LAPORAN: AHMAD SATRYO
  • Kamis, 05 November 2020, 23:40 WIB
Didik J Rachbini: Tahun 2020 Kebijakan Ekonomi Jokowi Ngawur Sengawur-Ngawurnya!
Didik J Rachbini/Repro
rmol news logo Kebijakan ekonomi pemerintah Presiden Joko Widodo yang diatur di dalam Undang-undang Anggaran dan Pendapatan Negara (UU APBN) tahun 2020 dikritik Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (UI), Didik J Rachbini.

Dalam diskusi virtual bertajuk "Refleksi Ekonomi Politik Satu Tahun Joko Widodo-Ma'ruf Amin", Didik menyoroti kebijakan utang pemerintah yang menurutnya dilakukan sewenang-wenang, hingga akhirnya naik tajam jika dibanding pengaturan anggaran pemerintah diera presiden sebelum Jokowi.

Sebabnya, menurut Didik adalah karena disahkannya Peraturan Pengganti Undang-undang (Perppu) 1/2020 menjadi UU 2/2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Covid-19, atau biasa disebut UU Corona.

"Bahwa tahun 2020 ini karena alasan Covid, kebijakan ekonomi itu ngawur sengawur ngawurnya. Kemudian melakukan praktek utang tidak terukur," ujar Didik saat pemaparan di dalam diskusi virtual yang diselenggrakan Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) ini, Kamis (5/11).

Ketua Dewan Pengurus LP3ES ini menyebutkan, utang rezim Jokowi tahun 2020 ini mencapai 300 persen lebih besar dari total anggaran rezim Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

"Bukan dengan utang SBY ya, tapi seluruh anggaran SBY awal itu Rp 500 triliun, pada waktu dia berkuasa. Dan pertumbuhan ekonominya di atas 6 persen, memang awalnya 4-5 persen. Tetapi bisa mencapai 6 persen," katanya.

Namun di rezim Jokowi, Didik mencatat utang pada tahun 2020 ditingkatkan dari sekitar Rp 650 triliun menjadi sekitar Rp 1.500 trliun. Kenaikan itu dilakukan dengan menyunat hak budgeting yang dimiliki DPR.

"Yang terjadi ada Perppu 1, DPR sudah tidak punya kekuasaan legislatif. Jadi APBN ditentukan hanya pada eksekutif saja, dari yang biasanya dalam demokrasi ditentukan oleh DPR bersama pemerintah," ungkapnya.

"Jadi dalam keadaan yang ini alasannya Covid, keadaan dimana tidak ada kegiatan kunjungan, tidak ada sosilisasi enggak. Maka ini menaikan semau gue. Ini dasar teorinya meniru depresi tahun 1930an, tapi ini ngawur," demikian Didik J Rachbini. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA