Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Pramono Ubaid: KPU Kabupaten/Kota Harus Pastikan Petugas Ad Hoc Non Partisipan

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ahmad-satryo-1'>AHMAD SATRYO</a>
LAPORAN: AHMAD SATRYO
  • Sabtu, 07 November 2020, 10:13 WIB
Pramono Ubaid: KPU Kabupaten/Kota Harus Pastikan Petugas Ad Hoc Non Partisipan
Pramono Ubaid Tanthowi/Net
rmol news logo Integritas penyelenggara Pilkada Serentak 2020 menjadi salah satu yang ditekankan Anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Pramono Ubaid Tanthowi.

Hal itu disampaikan Pramono dalam webinar bertemakan "Penanganan Pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu Ad Hoc (KPU)" yang diselenggarakan DKPP pada Jumat (6/11).

Dalam pemaparannya Pramono menjelaskan, pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu (KEPP) memang banyak dilakukan oleh penyelenggara tingkat ad hoc selama pemilu nasional ataupun pilkada sebelumnya.

Namun dia berharap, pada Pilkada Serentak tahun ini hal itu bisa diminimalisir oleh KPU Kabupaten/Kota jika melihat indikasi keterlibatan petugas ad hoc menjadi partisan atau memihak kepada salah satu pasangan calon.

"Jika ada indikasi kuat orang-orang itu melakukan pelanggaran kode etik harus ditegakan secara jujur dan transparan," ujar Pramono.

Berdasar data Januari-Agustus 2020, Pram menyebutkan, terdapat 188 kasus pelanggaran KEPP yang dilakukan oleh penyelenggara tingkat ad hoc. Di mana, 179 di antaranya sudah diselesaikan.

Adapun pelanggaran KEPP oleh ad hoc paling banyak ditemukan di Provinsi Bengkulu dengan 93 kasus. Urutan selanjutnya dalam lima besar adalah Papua (18), Sumatera Utara (16), Jawa Barat (9), dan Gorontalo (8).

Sebagai perbandingan, jumlah perkara yang sudah diperiksa DKPP selama per 6 November 2020 adalah 118 perkara.

Terkait proses penanganan dugaan pelanggaran KEPP, mengacu kepada UU 7/2017 tentang Pemilu. Di mana, DKPP berwenang memproses dugaan pelanggaran KEPP yang dilakukan oleh KPU atau Bawaslu Kabupaten/Kota hingga pusat.

Sedangkan pelanggaran KEPP yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu tingkat ad hoc ditangani oleh lembaga penyelenggara pemilu tingkat Kabupaten/Kota.

Adapun mekanisme sidang dugaan pelanggaran KEPP yang dilakukan oleh penyelenggara tingkat ad hoc ditangani dalam sidang yang terbuka, dan hasil pemeriksaannya pun dibahas dalam rapat pleno, bukan menjadi domain tim pemeriksa.

"Tim pemeriksa hanya memeriksa saja, keputusan akhir tetap ada pada rapat pleno. Kalau tidak terbukti berarti direhabilitasi, kalau terbukti ada sanksi peringatan hinga pemberhentian," paparnya.

Lebih lanjut, Pram pun membahas isu "penempatan" orang-orang yang dilakukan Calon Kepala Daerah dalam masa Pilkada. Hal ini, katanya, sempat disebut langsung oleh Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, beberapa waktu lalu.

Pram menjelaskan, konteks dari ucapan Tito adalah pelaksanaan Pilkada saat ia masih menjadi polisi. Dan menurutnya, sejatinya ucapan Tito ditujukan pada praktik "penitipan" di penyelenggara tingkat ad hoc.

Ia merinci, calon kepala daerah memang kerap melobi KPU Kabupaten/Kota untuk memasukkan 'orang-orangnya' di badan ad hoc.

"Setelah saya masuk di DKPP dan melakukan beberapa pembahasan kasus, praktik ini memang nyata di masa lalu dan mungkin masih terjadi saat ini," terang Ketua Bawaslu Banten periode 2013-2017 ini.

Oleh karena itu, Pramono meminta jajaran KPU dan Bawaslu Kabupaten/Kota untuk melakukan pengawasn internal dan juga internalisasi budaya integritas, guna meminimalisir pelanggaran KEPP.

"Penegakan etik memang harus ditegakkan tanpa tebang pilih," tutup Pram. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA