Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Haris Pertama Nilai Penetapan Tersangka Wabendum KNPI Janggal

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/widian-vebriyanto-1'>WIDIAN VEBRIYANTO</a>
LAPORAN: WIDIAN VEBRIYANTO
  • Minggu, 08 November 2020, 14:28 WIB
Haris Pertama Nilai Penetapan Tersangka Wabendum KNPI Janggal
Ketua Umum DPP KNPI, Haris Pertama/Net
rmol news logo Tim advokasi dari DPP KNPI menemukan sejumlah keganjilan atas penetapan tersangka terhadap pimpinan Aksi Bela Negara yang dipimpin oleh Fahrizen.

Fahrizan merupakan salah satu pemilik tanah ulayat di Muara Kiawai, Kecamatan Gunung Tuleh, Kabupaten Pasaman Barat, Sumatera Barat, yang  diduga dizolimi oleh korporasi perkebunan besar.

Ketua Umum DPP KNPI, Haris Pertama menilai hasil temuan timnya di lapangan mengindikasi bahwa penetapan tersangka Fahrizan terkesan dipaksakan.

“Penetapan status tersangka kepada Fahrizen, salah satu pemilik tanah ulayat yang juga Wakil Bendahara Umum kami oleh Polres Pasaman Barat, tanpa proses undangan klarifikasi atas laporan polisi dari sebuah perusahaan perkebunan,” ujar Haris kepada wartawan, Minggu (8/11)

Aksi yang dipimpin Fahrizen sendiri bertujuan untuk memberitahukan negara bahwa perusahaan telah mengambil hasil bumi dari hutan lindung. Tapi yang terjadi, Fahrizen justru ditersangkakan.

“Lah kok dijadikan tersangka? Ini pertanyaan besar, ada apa? Apakah ini pesanan karena Bung Fahrizen adalah koordinator aksi dan kuasa dari seluruh ninik mamak anak dan kemenakannya," tanya Haris.

Lebih lanjut dia mempertanyakan landasan hukum pelapor. Pelaporan dikarenakan Fahrizen dianggap mengganggu aktifitas usaha perkebunan setelah menutup jalan yang merupakan milik masyarakat setempat.

“Jadi jalan yang ditutup jalan milik rakyat bukan jalan perusahaan," katanya.

Haris meminta agar pemerintah dan semua elemen masyarakat ikut mengawal kasus ini, agar keadilan menjadi bagian dari penduduk Muara Kiawai tersebut.

“DPP KNPI akan tetap mengawal kasus ini dan mengadvokasi masyarakat pemilik tanah ulayat sampai mereka mendapatkan hak-haknya, baik itu hak tanah ulayat maupun hak bagi hasil 10 persen dari hasil panen perkebunan yang tidak pernah diberikan dari tahun 1991,” tutupnya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA