Menurut Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal, tidak adanya batasan jenis pekerjaan untuk pekerja alih daya, maka semua jenis pekerjaan akan dilakukan oleh karyawan outsourcing.
“Hal ini mengesankan negara melegalkan tenaga kerja diperjualbelikan oleh agen penyalur. Padahal di dunia internasional, outsourcing disebut dengan istilah
modern slavery (perbudakan modern),†tegas Said Iqbal dalam keterangan tertulisnya, Senin (9/11).
Dia menjelaskan, dengan sistem kerja outsourcing, seorang buruh tidak lagi memiliki kejelasan terhadap upah, jaminan kesehatan, jaminan pensiun, dan kepastian pekerjaannya.
Karena, dalam praktik agen outsourcing sering lepas tangan dan tidak bertanggung jawab terhadap masa depan pekerjanya.
“Hal ini karena agen outsourcing hanya menerima
success fee per kepala dari tenaga kerja yang digunakan oleh perusahaan pengguna (penyewa perusahaan alih daya),†bebernya.
“Oleh karena itu, KSPI meminta penggunaan tenaga kerja outsourcing hanya dibatasi 5 jenis pekerjaan saja sebagaimana diatur dalam UU 13/2003,†tandasnya.
Adapun lima batasan pekerjaan yang sebelumnya diperbolehkan menggunakan pengaturan alih daya yakni cleaning service, cattering, security, driver, dan jasa penunjang perminyakan.
Namun aturan yang tertuang dalam Pasal 64 dan 65 UU 13/2003 itu diakui Said Iqbal telah dihapus dalam omnibus law UU 11/2020 mengenai outsourcing, khususnya Pasal 66.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: