Hal itu disampaikan Akademisi Hukum Pascasarjana Universitas Gajah Mada (UGM), I Gusti Made Ivan Adines, dalam siaran pers yang diterima
Kantor Berita Politik RMOL, Selasa (10/11).
"Surat perintah tersebut telah mencoreng marwah dan independensi lembaga atau organisasi kemahasiswaan. Karena, lembaga atau organisasi mahasiswa adalah elemen yang terpisah dari sistem kekuasaan trias politika di Indonesia," ujar Ivan.
Berdasarkan pemahamannya, Ivan menilai judul surat yang ditandatangani Aminuddin Ma'ruf tidak sesuai dengan porsinya. Karena, memposisikan organisasi mahasiswa menjadi bagian dari eksekutif atau lembaga yang kewenangannya diatur di bawah kewenangan presiden atau pemerintah.
"Makna kata dari 'memerintahkan' adalah seseorang yang memberikan perintah kepada orang lain atas dasar kewenangan yang memberi perintah," tuturnya.
Selain itu, Ivan memandang pihak Istana seharusnya mengundang subjek hukum yang terkait dengan pembahasan UU Omnibus Law. Seperti buruh, masyarakat adat, dan LSM lingkungan, jika memang menginkan rekomendasi perbaikan.
"Mereka yang seharusnya diundang untuk memberikan rekomendasi. Bukan hanya organisasi atau lembaga kemahasiswaan," ungkapnya.
Oleh karena itu, Ivan berkesimpulan Stafsus Presiden Joko Widodo tersebut tidak memiliki kompetensi, khususnya mengenai pemahaman substansi dari persoalan UU Omnibus Law.
"Sangatlah berbahaya bila Presiden Jokowi tetap mempertahankan stafsus yang tidak berkompeten, karena akan berdampak pada kebijakan-kebijakan presiden lainnya," ucapnya.
"Saya mengkritik keras Aminuddin Ma'ruf dan mengingatkan kembali, bahwa mahasiswa berperan sebagai agent of change dan agent of control terhadap penentu kebijakan," demikian I Gusti Made Ivan Adines.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: