Hal itu terlihat dari pesan tersirat Mega setelah membandingkan DKI Jakarta dengan tiga daerah yang dipimpin kader PDIP. Yaitu, Semarang, Surabaya, dan Solo.
"Jika membandingkan Jakarta dengan ketiga kota tersebut jelas enggak
apple to apple. Surabaya, Semarang, apalagi Solo. Jakarta sudah menerapkan konsep 'smartcity' itu ditandai dengan integrasi sistem transportasi, deteksi dini bencana yang sudah terkomputerisasi, semakin majunya pelayanan publik yang terintegrasi," ujar Direktur Ekskutif Oversight of Indonesia's Democratic Policy, Satyo Purwanto, kepada
Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (11/11).
Menurut Satyo, Anies Baswedan sudah cukup berhasil sebagai gubernur. Apalagi, hampir 2 tahun dia menjalankan pemerintahan tanpa adanya wakil gubernur.
"Terlebih penanganan pandemi Covid-19 di DKI lumayan cukup berhasil dan mampu menekan penyebaran kasus positif dengan respons cepat dan tepat," kata Satyo.
Sehingga, lanjut Satyo, apa yang disampaikan oleh Megawati merupakan pesan tersirat adanya tujuan tertentu.
"Pesan tersirat Mega memang bukan persoalan perbandingan teknis antara kota-kota tersebut dengan Jakarta. Apa yang dikatakan Mega bisa saja kita artikan bahwa Ketum PDIP itu sedang kampanye 'terlalu pagi'. Bagaimanapun kekalahan dalam Pilkada 2017 masih sangat terasa sampai hari ini," terang Satyo.
Dugaan makin menguat karena, menurut Satyo, kesuksesan di Pilkada DKI 2022 nanti akan mempengaruhi suara pada Pilpres 2024.
"Dan sangat mungkin PDIP sedang mempersiapkan para jagonya dari salah satu kota yang disebut oleh Megawati untuk bertarung dalam Pilkada DKI di tahun 2022," pungkasnya.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: