Ketua Umum DPP KNPI Hari Pertama menilai penetapan tersangka kepada wakil Bendahara Umum DPP KNPI itu masih belum jelas. Apalagi, penetapan itu berlangsung sangat cepat.
Di mana laporan polisi dibuat PT AGR pada tanggal 16 Oktober 2020, selanjutnya tanggal 30 Oktober 2020 para terlapor mendapat panggilan sebagai tersangka.
“Suatu proses pembuktian yang sangat amat cepat oleh Polres Pasaman Barat. Padahal, Tim Kuasa Hukum dari Tim Advokasi DPP KNPI mengatakan legal standing pelapor masih sangat amat tidak jelas,†ujarnya kepada wartawan, Jumat (13/11).
Pernyataan Haris didasarkan pada fakta bahwa jalan yang ditutup Fahrizen dan warga bukan milik pelapor dan pelapor tidak pernah membuat jalan tersebut.
Kemudian, ditenggarai Izin Usaha Perkebunan pelapor juga tidak valid karena tidak mempunyai Hak Guna Usaha, padahal sudah melakukan cocok tanam dari tahun 1991.
“Putusan Mahkamah Konstitusi yang mengharuskan pemegang Izin Usaha Perkebunan harus mengurus Hak Atas Tanah, tidak dihiraukan oleh pelapor. Baru pada Januari 2019 pelapor mengurus administrasi HGU-nya, namun ditentang oleh masyarakat pemilik tanah ulayat,†bebernya.
“Jadi ini Fahrizen dan kawan-kawan dijadikan tersangka, tepat 2 hari setelah kejadian masyarakat dengan gagah berani menahan alat-alat berat yang berusaha membuat parit atau batas antara area kebun yang dikelola PT AGR,†sambungnya.
Haris memastikan bahwa DPP KNPI akan terus memantau dengan dekat perkembangan kasus ini dan akan tetap mendampingi masyarakat adat Nagari Muara Kiawai untuk memperjuangkan hak-haknya.
“Baik hak kepemilikan tanah ataupun hak-hak keperdataan (bagi hasil) 10 persen dari tahun 1991,†tekannya.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: