Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Pakar Hukum: Upaya Banding Jaksa Agung Atas Vonis PTUN Soal Peristiwa Semanggi Adalah Hak Dan Harus Didukung

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ahmad-kiflan-wakik-1'>AHMAD KIFLAN WAKIK</a>
LAPORAN: AHMAD KIFLAN WAKIK
  • Senin, 16 November 2020, 15:25 WIB
Pakar Hukum: Upaya Banding Jaksa Agung Atas Vonis PTUN Soal Peristiwa Semanggi Adalah Hak Dan Harus Didukung
Jaksa Agung ST Burhanuddin/Net
rmol news logo Langkah Jaksa Agung ST Burhanuddin melalui Jaksa Pengacara Negara (JPN) melayangkan banding atas putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) soal peristiwa Semanggi, patut didukung.
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa

Banding dilakukan ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT-TUN) Jakarta.

Dikatakan pakar hukum pidana dari Universitas Al Azhar Indonesia, Suparji Ahmad, upaya banding yang dilakukan Kejaksaan Agung merupakan hak yang harus dihormati karena dijamin oleh undang-undang.

“Banding bagian dari hak, dalam hal ini Kejaksaan Agung kalau keberatan atas putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta, dan nanti akan dilihat apakah alasan-alasan keberatan itu bisa diterima oleh Pengadilan Tinggi TUN,” ujar Suparji dalam keterangannya, Senin (16/11).

Menurut Suparji, putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta yang memutus bersalah atas pernyataan Jaksa Agung terkait peristiwa kasus pelanggaran HAM Semanggi I dan II pada saat rapat kerja dengan Komisi III DPR, dinilai tidak tepat dijadikan sebagai objek PTUN.

“Kalau dalam pandangan saya, kan objeknya pernyataan yang ada di DPR dalam rapat kerja, bukan sebagai objek PTUN sebetulnya. Kan tidak ada surat keputusannya begitu. Dan itu kan masih melalui tindak lanjut, belum final, tetapi kenapa itu bisa dimenangkan itulah yang menarik, apakah melihat aspek materialnya,” bebernya.

Lanjut Suparji, dalam konteks putusan pejabat atau penyelenggara negara ada tiga hal yang perlu diperhatikan yaitu bersifat final, individual dan konkret sebagai kriteria sebuah pengambilan keputusan pejabat TUN.

Suparji menjelaskan, kualifikasi final yaitu, sebuah putusan dianggap final jika memang sudah tidak perlu lagi ada tindak-lanjut. Kemudian individual adalah spesifik kepada individu yang dituju dan terakhir konkret yaitu sudah bisa dilaksanakan atau implementatif.

“Tapi kemarin kan pernyataan (Jaksa Agung) yang diungkap itu apakah memenuhi kualifikasi itu,” ulasnya.

Lebih lanjut, putusan TUN juga berdasarkan atas asas umum pemerintahan yang baik (AUPB) yang diantaranya yaitu transparansi, netralitas, keadilan dan lain sebagainya.

“Kalau hal-hal tersebut itu tidak dilaksanakan maka dianggap bertentangan dengan tata pemerintahan yang baik dan benar, maka dianggap melanggar apa yang namannya asas-asas pemerintahan yang baik sehingga kemudian dinyatakan bersalah oleh Pengadilan Tinggi TUN,” jelasnya.

Selain itu, Suparji juga mendorong agar kasus Semanggi I dan II serta Trisakti untuk dituntaskan meskipun tidak mudah. Bagi dia, harus ada upaya pemerintah kepada para korban yang merasa dirugikan dengan pendekatan keadilan restoratif.

“Jadi harus ada putusan politik dari pemerintah bersama DPR bahwa dalam rangka menyelesaikan kasus tadi, perlu didorong agar ada upaya-upaya mediasi final, untuk menyelesaikan kasus tadi itu dengan tujuan memulihkan harkat martabat korban dan keluarganya,” pungkasnya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA