"Dari hasil analisis diskusi saya dan studi kasus Pilkada, ditemukan bahwa di tingkat masyarakat mereka percaya 90 persen pemerintah mampu tangani Covid-19. Artinya mereka percaya pemerintah daerah, jadi apakah tingkat pemerintah pusat dengan instruksi ini akan menjadi relevan?," ujar Lya dalam diskusi virtual SmartFM bertajuk "Bisakah Mendagri Berhentikan Kepala Daerah?" Sabtu (21/11).
Dengan begitu, kata Lya, dibanding mengeluarkan instruksi sebaiknya pemerintah pusat dan daerah memaksimalkan peran dialog dengan partai politik di masing-masing daerah.
Menurutnya, pendekatan dengan cara dialog untuk menegakkan protokol kesehatan lebih efektif di banding menerbitkan produk hukum.
"Artinya Parpol bisa diajak dialog dengan baik, karena pada dasarnya so far masalah Covid-19 beyond average," tuturnya.
Sebelumnya, Mendagri Tito Karnavian mengatakan, keluarnya instruksi menteri ini sebagai respon atas terjadinya kerumunan massa di daerah yang terjadi akhir-akhir ini. Tito menjelaskan Instruksi ini dikeluarkan juga sebagai tindak lanjut perintah dari Presiden Joko Widodo dalam memastikan kepatuhan dalam menerapkan protokol kesehatan Covid-19.
Mantan Kapolri ini menegaskan ada sanksi berupa pencopotan bagi kepala daerah yang tidak mampu menegakan Prokes.
"Saya sampaikan kepada gubernur, bupati, dan wali kota untuk mengindahkan instruksi ini karena ada risiko menurut UU. Kalau UU dilanggar, dapat dilakukan pemberhentian. Ini akan saya bagikan, hari ini akan saya tanda tangani dan saya sampaikan ke seluruh daerah," ujar Tito saat rapat bersama Komisi II DPR di kompleks parlemen, Jakarta, Rabu (18/11).
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.