Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Kesabaran Sudah Habis, Puluhan Raja Ramai-ramai Turun Gunung Gugat 'Politisasi' Ike Edwin

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/agus-dwi-1'>AGUS DWI</a>
LAPORAN: AGUS DWI
  • Minggu, 06 Desember 2020, 05:33 WIB
Kesabaran Sudah Habis, Puluhan Raja Ramai-ramai Turun Gunung Gugat 'Politisasi' Ike Edwin
Para raja berkumpul untuk meluruskan kembali tata titi adat/RMOLLampung
rmol news logo Puluhan pemuka adat (raja) masyarakat adat Sai Batin dan Paksi Pak Sekala Bekhak meluruskan "politisasi" pemberian gelar dan simbol-simbol adat oleh Irjen Pol (Purn) Ike Edwin.

Mereka minta Ike Edwin secara sukarela menghapus tulisan Lamban Gedung Kuning dan simbol-simbol adat Paksi Pak Sekala Bekhak yang tertera di rumah pribadinya.

Menurut para raja itu, tidak bisa memasang simbol-simbol adat dan melakukan prosesi adat yang mengatasnamakan kerajaan adat Paksi Pak Sekala Bekhak, kecuali titah atau restu dari PYM/Sultan.

Mereka selama ini menahan diri terhadap penyimpangan tata titi adat. Tapi, pascaprosesi pemberian gelar adat terhadap calon Walikota Bandarlampung, Yusuf Kohar, para raja akhirnya menyatakan sikapnya.

Menurut para raja itu, dampak dari kegiatan-kegiatan adat yang dilaksanakan di rumah pribadi Ike Edwin dapat menimbulkan perpecahan antarpaksi dan marga-marga adat.

"Melukai hati masyarakat adat Paksi Pak Sekala Bekhak," ujar Jurubicara Kepaksian Pernong, Raja Duta Perbangsa, kepada Kantor Berita RMOLLampung, Sabtu sore (5/12).

Para raja yang tergabung dalam Kepaksian Paksi Pak Sekala Bekhak, yakni Raja Paksi dan Raja Hidayat dari Kepaksian Bejalan Diway, Dalom Pemangku Alam dari Kepaksian Belunguh, Batin Sangun dari Kepaksian Nyerupa.

Begitu pula dengan para mufti kepaksian, para raja, panglima, wakil panglima, sekretariat gedung dalom, humas, hulubalang, puting beliung dari Kepaksian Pernong.

Mereka meminta masyarakat paham bahwasanya tulisan rumah Ike Edwin -Lamban Gedung Kuning- menyalahi aturan tata titi yang ada di Paksi Pak Sekala Bekhak.

Tulisan yang ada di rumah pribadi Dang Ike, panggilan Ike Edwin, di Jalan Pangeran Haji Suhaimi Sukarame, Kota Bandarlampung itu keliru karena bukan istana adat/gedung dalam kepaksian.

Selain itu, simbol-simbol kebesaran adat seperti Hejongan Dalom (singgasana sultan), Titi Kuya, Jembatan Agung (Talang Kuning) yang terpasang di rumah pribadi Ike Edwin hanya boleh dipergunakan oleh Sai Batin/Sultan.

Demikian pula payung agung, tombak (payan), pedang yang sudah ditetapkan oleh pemilik adat dalam hal ini Sai Batin atau Sultan secara turun temurun, tidak dapat dialihkan kepada siapapun.

"Jadi, simbol-simbol adat yang ada di rumah Ike Edwin menyalahi ketentuan adat," kata salah seorang pemuka adat.

Dikatakannya pula, gelar adat atau adok Ike Edwin yang diberikan PYM SPDB Pangeran Edwardsyah Pernong masalah Batin Perwira Negara. Namun, yang gelar/adok yang dipublikasikan tidak seperti itu (Gusti Batin Raja Mangku Negara).

Dijelaskan pula, struktur pemerintahan adat Kepaksian Pernong, sultan dibantu oleh pemapah dalom, dan pemapah dalom dibantu perdana menteri dan perdana utama.

Jabatan perdana menteri Kepaksian Pernong tidak sama seperti jabatan jabatan perdana menteri di Inggris atau di Jepang. Bukan menjadi kepala pemerintahan kerajaan.

Jabatan Perdana Menteri Ike Edwin, hanya untuk Kepaksian Pernong, bukan perdana menteri Paksi Pak Sekala Bekhak, kata para petinggi Kerajaan Paksi Pak Sekala Bekhak. Tidak pernah disepakati dalam Hippun Kepaksian, musyawarah agung para Sai Batin/Sultan.

“Sikap yang kami nyatakan hari ini akumulasi dari setelah sekian lama sabar. Ini panggilan sejarah karena kami menyadari bahwa Tata Titi Adat Sai Batin adalah titipan dari para pendahulu yang sudah terjaga selama ratusan tahun dan akan diwariskan ke anak cucu," ujar Raja Duta Perbangsa.

Menurut dia, adat sebagai titipan jangan sampai menjadi cacat dan tercemar kemurniannya. Karenanya ini adalah bagian dari tugas sejarah, bukan karena motif-motif lain apalagi motif politik.

“Sebagai bangsawan Kepaksian, mestinya Batin Perwira Negara (Ike Edwin) justru meluruskan kekeliruan penulisan di media atau penyebutan di masyarakat terhadap rumah tempat tinggalnya, bukan justru malah melanggengkan penggunaannya,” tegas Mufti Kepaksian Pernong, KH. Johan Iskandar. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA