Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Berhitung Peluang Calon Independen Di Pilkada 2020

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/jamaludin-akmal-1'>JAMALUDIN AKMAL</a>
LAPORAN: JAMALUDIN AKMAL
  • Rabu, 09 Desember 2020, 13:22 WIB
Berhitung Peluang Calon Independen Di Pilkada 2020
Ilustrasi
rmol news logo Pada sebagian wilayah di Indonesia saat ini tengah berlangsung pelaksanaan pesta demokrasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020.

Sebanyak 270 wilayah dengan rincian  9 provinsi, 37 kota dan 224 kabupaten di Indonesia yang melaksanakan Pilkada 2020 yang merupakan bagian pelaksanaan pilkada serentak gelombang keempat.

Peneliti senior Sindikasi Pemilu dan Demokrasi (SPD), Dian Permata menyoroti pasangan calon perseorangan ataupun independen yang mencoba peruntungan di hajatan lokal demokrasi.

Jika dibandingkan dengan 2018, jumlah keiikutsertaan paslon perseorangan naik signifikan. Di 2018, ada 8, Pilkada 2015 ada 135, Pilkada 2017 ada 68. Sedangkan pada 2020 ini sebanyak 70 orang.

"Jika dilihat secara keseluruhan, maka tren probabilitas kemunculan calon independen di tiap pilkada terlihat menurun," ujar Dian Permata kepada Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (9/12).

Dia pun menyoroti diskursus calon independen di pilkada yang dimulai dari cerita epik pasangan calon Irwandi Yusuf-M. Nazar pada pilkada di Provinsi Aceh pada 2006.

Kemudian kata Dian, lahirlah putusan MK 5/PUU-V/2007 tanggal 23 Juli 2007 yang menjadi pembuka kotak pandora bagi calon perseorangan di pilkada.

"Paska keputusan MK itu, Agustus 2008, Hudaya Prawira-Nahadi (Hadi) ikut pilkada Kota Bandung 2008 dari jalur independen. Sayang, paslon pertama dari jalur independen, paska keputusan MK itu kalah," kata Dian.

Selanjutnya kata Dian, pada Oktober 2008, sebanyak empat paslon dari jalur independen memenangi kontestasi elektoral tingkat lokal.

Mereka yaitu, OK Arya Zulkarnaen-Gong Martua Siregar di Batubara, Sumatera Utara. Christian Nehema Dillak-Zachrias P Manafe di Rote Ndao di NTT. Aceng Fikri-Dicky Chandra di Garut, Jawa Barat. Muda Hendrawan-Andreas M di Kubu Raya, Kalimantan Barat.

Menurut Dian, kemenangan calon perseorangan dalam pilkada tidak dapat dilepaskan modal sosial politik yang dimiliki serta ketokohan calon tersebut di mata masyarakat.

"Nilai kelebihannya menjadi pembeda antara calon perseorangan dengan calon dari partai politik. Dengan begitu tujuan akhir untuk merebut suara pemilih dapat diraih," terangnya.

Dian pun mencontohkan pasangan Irwandi Yusuf-M. Nazar. Kemenangan paslon tersebut dipengaruhi oleh sosok Irwandi yang memiliki andil dalam perundingan damai antara GAM dan pemerintah Indonesia di Helsinki.

Kemudian, kemenangan O.K. Arya Zulkarnain didorong oleh ketokohannya yang memperjuangkan pemekaran daerahnya jauh sebelum Pilkada.

Selanjutnya, Aceng Fikri-Raden Dicky Chandra. Dicky Chandra dikenal sebagai pemain sinetron dan komedian.

Atas pengalaman itu kata Dian, latarbelakang calon independen yang memiliki peluang untuk menang di pilkada adalah paslon yang memiliki kekerabatan dengan rezim sebelumnya.

Sementara di Pilkada 2020 ini, Dian menyoroti satu nama paslon yang menurutnya menarik dicermati. Yaitu, paslon Faida-Vian yang ikut di Pilkada Jember.

Faida merupakan Bupati yang juga petahana di Pilkada ini.

Hal yang menarik menurut Dian adalah, perjalanan Faida di pilkada yang cukup dramatis lantaran sebelum pilkada, Faida dimakzulkan oleh DPRD Jember.

"Dia dituduh melanggar sejumlah regulasi. DPRD Jember dan Gubernur Jawa Timur sepakat menghukum Faida. Faida melawan. Karena ia merasa tidak melawan hukum. Belakangan, kemarin, surat pemakzulan Faida dibatalkan Mahkamah Agung," terang Dian.

Sehingga kata Dian, dalam situasi kebatinan Faida dengan partai politik di Jember, Faida menggunakan jalur independen di Pilkada 2020 ini. Padahal, pada Pilkada 2015, Faida mengambil jalur parpol.

"Keberhasilan Faida lolos verifikasi syarat calon perseorangan dianggap kemenangan awal. Sebelumnya, posisi dia di kalkulasi politik adalah 2-0 untuk DPRD Jember. Karena berhasil memakzulkan dan tidak mendapatkan rekomendasi partai politik di Jember," tutur Dian.

Namun saat ini sambung Dian, posisi Faida menjadi 2-1. Jika memenangkan pilkada saat ini, maka posisinya menjadi 2-2.

"Pertanyaannya, bagaimana teknik komunikasi Faida dan DPRD Jember apabila hal itu terjadi? Karena kedua belah pihak harus bertemu dalam banyak hal. Membicarakan APBD hingga pelaksanaan janji kampanye," jelas Dian.

Dian pun merujuk data sepanjang pelaksanaan pilkada serentak selama ini. Di mana, probabilitas kemenangan calon independen tidak terlihat bagus.

Umumnya, calon yang menang berasal dari DPT di bawah 500 ribu.

"Nah, DPT Jember berada di atas 1 juta? Apakah Faida mampu menjungkirbalikan statistik di atas serta skenario politik partai politik di Jember? Jadi, kita lihat saja nanti!" pungkas dia. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA