Seiring dengan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi, menyebabkan keamanan siber menjadi isu strategis di berbagai negara. Dalam bidang pertahanan keamanan, Indonesia harus tanggap dan siap menghadapi perang siber.
Selama periode bulan Januari-November 2020, Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) mendeteksi, telah terjadi serangan siber sebanyak lebih dari 423 juta serangan. Jumlah ini tiga kali lipat lebih banyak dibandingkan dengan jumlah serangan pada periode yang sama tahun 2019.
Fakta itu mengemuka dalam simposium Strategi Kemananan Siber Nasional (SKSN) yang digelar di Hotel The Westin Resort Nusa Dua, Bali, beberapa waktu lalu.
“Peningkatan
traffic internet dan maraknya penggunaan aplikasi
daring turut dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk melancarkan serangan siber, seperti
malware,
phising, SQL
Injection,
Hijacking, dan
Distributed Denial of Service (DDOS),†terang Kepala BSSN Letjen TNI (Purn) Hinsa Siburian dalam keterangannya, Kamis (10/12).
Pandemi Covid-19, turut mengakselerasi transformasi digital di seluruh dunia. Terjadi peningkatan signifikan dalam pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi di kehidupan masyarakat.
Tren serangan siber dalam masa pandemi Covid-19 ini adalah pencurian data melalui
malware. Hal ini menjadi perhatian karena serangan yang terjadi di dunia maya dapat menyebabkan kerusakan dan terganggunya stabilitas di dunia nyata.
Hinsa menambahkan, pelaksanaan strategi keamanan siber Indonesia tidak hanya difokuskan pada pemerintah, akan tetapi melibatkan semua unsur, yaitu pelaku usaha, akademisi, dan masyarakat/komunitas yang disebut sebagai Quad Helix. Quad Helix dapat saling berinteraksi dan berkolaborasi untuk mencapai tujuan strategi keamanan siber.
“Kolaborasi keamanan siber nasional menjadi kunci utama dalam membangun ruang siber yang aman dan kondusif,†ujar dia.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: