Salah seorang yang menilai demikian adalah Direktur Eksekutif Indonesia Future Studies (INFUS), Gde Siriana Yusuf.
"Pelanggaran HAM sejak era ORBA tidak pernah mati justru masih berlanjut dan menguat," ujar Gde Siriana kepada
Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (11/12).
Menurut Komite Politik dan Pemerintahan Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) ini, pelanggaran HAM yang nyata terlihat di masa pemerintahan sekarang ini adalah penegakkan hukum yang tajam ke bawah tumpul ke atas.
"Negara tidak hadir ketika terjadi
abuse of power oleh penegak hukum, sehingga hukum ditegakkan secara tebang pilih dan melahirkan sebuah industri hukum," tuturnya.
Persoalan penegakan hukum, lanjut Gde Siriana, telah membentuk budaya kekerasan dan pemahaman yang salah dalam penegakan hukum di masyarakat. Sehingga menyebabkan terjadinya
divided society (perpecahan) di masyarakat.
Gde Siriana menyebutkan satu bentuk nyata dari penegakkan hukum oleh aparat pemerintah yang cendrung melanggar HAM.
"Pembungkaman demokrasi. di Indonesia ini sangat erat kaitannya dengan persoalan ketimpangan ekonomi dan ketidakadilan sosial yang berwujud dalam konflik-konflik agraria, perburuhan dan penguasaan ruang publik," jelasnya.
Dalam konteks ini, Gde Siriana menilai pemerintah lamban dalam merespon pelanggaran-pelanggaran HAM. Karena menurutnya, negara seakan-akan sudah demokratis dengan adanya Pemilu, tapi setelah pemilu demokrasi dikelola dengan cara represif.
"Pemerintah Jokowi lebih mengutamakan pembangunan infrastruktur tetapi membiarkan kelemahan-kelemahan pada persoalan HAM dan demokrasi. Bahkan menjadikan lembaga polisi negara sebagai alat kekuasaan," katanya.
"Dan juga seperti menerapkan UU ITE kepada orang-orang yang kritis terhadap pemerintah," demikian Gde Siriana Yusuf.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: