Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Penjelasan Budi Gunadi Kenapa Indonesia Beli Vaksin Covid-19 Sebelum Disetujui BPOM

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/faisal-aristama-1'>FAISAL ARISTAMA</a>
LAPORAN: FAISAL ARISTAMA
  • Sabtu, 09 Januari 2021, 15:28 WIB
Penjelasan Budi Gunadi Kenapa Indonesia Beli Vaksin Covid-19 Sebelum Disetujui BPOM
Menkes Budi Gunadi saat jadi narasumber di acara IKAUNPAD/Repro
rmol news logo Kementerian Kesehatan (Kemenkes) memiliki alasan mendasar kenapa Indonesia membeli vaksin Covid-19 tidak hanya dari satu negara.

Sebab, negara-negara maju di dunia sudah melakukan ijon (membeli sebelum masak) maka Indonesia pun sejak awal tidak mau ketinggalan melakukan hal serupa. Karena itu, approval (persetujuan) dari BPOM baru bisa dilakukan setelah vaksin dibeli.

Demikian disampaikan Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin saat menjadi Keynote Speaker dalam acara webinar bertajuk "Vaksinasi Covid-19: Apa Yang Perlu Diketahui Para Tenaga Kesehatan?" yang diselenggarakan oleh Ikatan Alumni Universitas Padjadjaran (IKA UNPAD) pada Sabtu (9/1).

"Kondisi vaksin ini sangat tidak ideal. Kenapa kalau ditanya kita belinya 4-5 (vaksin)? kenapa kok belinya duluan belum ada aprroval? karena memang kondisi vaksin di dunia itu tidak ideal," ujar Budi Gunadi.

Budi mengurai, jumlah penduduk dunia itu tercatat sekitar 7,8 miliar. Sedangkan semua pemerintah di dunia mengetahui bahwa mereka paling tidak harus menargetkan 70 persen vaksinasi dari populasi negaranya masing-masing.

"70 persen dari 7,8 miliar itu sekitar 5,5 miliar. Kalau 1 orang butuh 2 dosis, itu 11 miliar dosis dibutuhkan dunia untuk vaksinasi," jelasnya.

Sedangkan, kata dia, kapasitas produksi vaksin di seluruh dunia saat ini hanya mencapai 6,2 miliar dosis setiap tahunnya. Padahal kebutuhan untuk vaksin Covid-19 saja itu 11 miliar dosis.

Budi menambahkan, dari 6,2 miliar dosis per tahun produksi vaksin dunia ini juga dipakai untuk vaksin-vaksin lain seperti TBC, Polio, Rubella, Campak dan lain-lain yang juga tidak bisa serta merta dihentikan.

"Kita bisa ngurangi setengah saja dari 6,2 miliar, 3,1 miliar per tahun fasilitas existing produksi kita pakai untuk vaksin Covid-19. Sambil menunggu pabrik-pabrik baru yang sekarang sedang cepat dibangun bisa wrapping up (membungkus) produksi kapasitasnya. Itu artinya, 11 miliar dosis itu bisa dicapai dalam waktu 3,5 tahun untuk memvaksinasi people of the world," kata Budi Gunadi.

"Nah problemnya, negara-negara maju itu pinter, mereka udah ijon duluan," imbuhnya.

Budi mengungkapkan, negara Kanada saja sudah pesan vaksin Covid-19 untuk 4 kali populasi negaranya. Kemudian Amerika sudah booking untuk 5 kali populasi negaranya. Sehingga, masih kata Budi, 4,7 miliar dosis itu membutuhkan sekitar 1,5 tahun produksi dunia, dan itu pun sudah diijon oleh negara-negara maju.

"Padahal kalau fatality rate-nya (Indonesia), saya mesti cek, 170-180 orang per hari yang mati karena Covid-19, itu data yang resmi, saya enggak tahu data sebenarnya berapa. Itu kan artinya sekitar 6 ribu orang per bulan (yang mati). Jadi, kalau suruh nunggunya 2 tahun baru dapat vaksin? ya mesti mati 150 ribu orang tuh baru dapet vaksin pertama. Sangat tidak manusiawi," tuturnya.

"Itu sebabnya kenapa terjadi rebutan yang luar biasa mensecure supply vaksin ini. Nah, beruntung Indonesia masuk akal awal. Dengan segala dinamikanya sehingga kita bisa secure," sambung Budi Gunadi.

Namun begitu, Budi menegaskan bahwa terkait masalah approval vaksin Covid-19 ke BPOM tetap akan dilakukan oleh pemerintah. Sebab, pembelian vaksin ke beberapa negara hanya untuk mengantisipasi agar Indonesia tetap aman karena telah mendapatkan vaksin Covid-19.

"Itulah sebabnya kenapa coba dengan membagi-bagi jenis vaksinnya dari beberapa negara. Soal approval ini, gak mungkin kita akan vaksinasi sebelum approvel. Yang itu mesti dipastikan," pungkasnya.rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA