Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Jika Airlangga Maksa Jadi Capres, Golkar Bisa Berujung Kegagalan Seperti 2004 Dan 2009

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/jamaludin-akmal-1'>JAMALUDIN AKMAL</a>
LAPORAN: JAMALUDIN AKMAL
  • Selasa, 19 Januari 2021, 13:25 WIB
Jika Airlangga Maksa Jadi Capres, Golkar Bisa Berujung Kegagalan Seperti 2004 Dan 2009
Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto/Net
rmol news logo Partai Golkar akan mengalami kegagalan jika Ketua Umum (Ketum) Airlangga Hartarto memaksakan diri maju menjadi calon Presiden pada Pilpres 2024 mendatang.

Hal itu merupakan analisa yang disampaikan oleh analis sosial politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedilah Badrun. Menurut Ubedilah, Golkar merupakan partai kawakan yang mempunyai kekayaan pengalaman politik. Hanya PDIP yang bisa menandinginya.

Kedua partai tersebut selalu lihai memainkan perannya di setiap episode pemerintahan. Namun, keduanya sesekali memiliki perbedaan pilihan peran.

"Tetapi kedua partai tersebut sejatinya berkali-kali memiliki pengalaman yang sama yaitu gagal dalam kontestasi pilpres. Ini dialami Golkar dan PDIP pada tahun 2004 dan 2009," ujar Ubedilah kepada Kantor Berita Politik RMOL, Selasa (19/1).

Di mana, pada 2004, Golkar mencalonkan Wiranto dan Sholahuddin Wahid. Sementara PDIP mencalonkan Megawati Soekarnoputri dan Hasyim Muzadi.

Pada Pilpres 2004 itu, Golkar dan PDIP gagal memenangi kontestasi Pilpres.

Kemudian 2009, Golkar mencalonkan Jusuf Kalla dan Wiranto. Sedangkan PDIP mencalonkan Megawati-Prabowo Subianto. Golkar kembali gagal, begitu juga PDIP. Keduanya tidak memenangi kontestasi.

"Bagaimana dengan Airlangga Hartarto? Kecenderungan psikologis politik dan sosiologis politiknya jika Airlangga Hartarto memaksakan diri nyapres di 2024 kemungkinan besar juga akan menemui kegagalan," kata Ubedilah.

Karena masih, tren sosiologis politik 2024 ke atas merupakan ruang penting bagi pemilih milenial generasi yang lahir 1980-an yang akan menjadi pemilih dominan dan mendominasi sirkulasi jejaring media sosial.

"Generasi milenial ini memiliki konstruksinya sendiri tentang masa depan Indonesia yang sama sekali berbeda dengan generasi Airlangga Hartarto, Megawati atau tokoh senior lainya. Karenanya generasi ini lebih memiliki harapan baru pada figur-figur politik yang lebih muda dan masih cukup berdekatan dengan generasi milenial," terang Ubedilah.

Sementara itu, tokoh-tokoh Golkar lainnya sambung Ubedilah, seperti Akbar Tandjung, Aburizal Bakrie, Agung Laksono dan Luhut Binsar Pandjaitan juga dianggap sangat sulit dijual pada Pilpres 2024 nanti.

Apalagi, di hadapan pemilih generasi milenial yang mempunyai cita-cita masa depan Indonesia yang lebih progresif.

"Tokoh-tokoh sepuh Golkar tersebut hanya mungkin menjadi semacam king maker bagi generasi baru Golkar yang akan maju pada kontestasi Pilpres 2024. Tokoh Golkar seperti Bambang Soesatyo lebih terlihat mampu memenuhi dahaga generasi milenial dan saya kira dia cukup layak untuk maju pada Pilpres 2024," pungkas Ubedilah. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA