Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Gugatan Pilkada Raja Ampat Terigister Di MK, Ini Dugaan Pelanggaran KPU Dan Petahana

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ahmad-satryo-1'>AHMAD SATRYO</a>
LAPORAN: AHMAD SATRYO
  • Selasa, 19 Januari 2021, 22:02 WIB
Gugatan Pilkada Raja Ampat Terigister Di MK, Ini Dugaan Pelanggaran KPU Dan Petahana
Pilkada Serentak 2020/Net
rmol news logo Hasil pemilihan bupati dan wakil bupati Raja Ampat telah diregistrasi oleh Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai satu perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) untuk Pilkada Serentak 2020.

Gugatan tersebut didaftarkan oleh lembaga pemantau Pilkada Papua Forest Watch, dan terigister di MK pada tanggal 18 Januari 2021 dengan nomor 17/PAN.MK/ARPK/01/2021.

Pjs. Ketua Papua Forest Watch, Richarth Charles Tawaru menjelaskan, dalam permohonan tersebut MK diminta untuk membatalkan hasil Pilkada yang diputuskan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Raja Ampat.

Hasil Pilkada Raja Ampat tertuang di dalam Keputusan KPU nomor 75/HK.03.1-Kpt/9205/KPU-Kab/XII/2020 tentang Penetapan Hasil Perhitungan Suara dan Hasil Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Raja Ampat tahun 2020 tanggal 15 Desember 2020.

"Pemohon juga meminta MK memerintahkan KPU Raja Ampat untuk melaksanakan Pemungutan Suara Ulang di seluruh TPS di 24 Distrik di Kabupaten Raja Ampat dengan mengikutsertakan Pemohon sebagai Pemantau Pilkada," ujar Richarth dalam siaran pers yang diterima Kantor Berita Politik RMOL, Selasa (19/1).

Kuasa hukum pemohon, Muhammad Rullyandi mengungkapkan Pilkada Kabupaten Raja Ampat tahun 2020 merupakan Pilkada dalam keadaan khusus, karena hanya diikuti pasangan calon tunggal yaitu Abdul Faris Umlati-Oridek Iriano Burdam.

Sehingga menurutnya, harus ada Lembaga Pemantau untuk mewakili kepentingan hukum Kolom Kosong. Namun pada kenyataannya, pemohon tidak diberikan legal standing oleh KPU Raja Ampat (termohon) untuk dilibatkan sebagai Pemantau Pilkada.

"Maka sesuai dengan peraturan perundang undangan, Pilkada dalam keadaan khusus, dimana hanya ada calon tunggal wajib mengikut sertakan pemantau sebagai bagian dari proses tahapan pilkada, dari mulai pemungutan suara, hingga perhitungan sampai rekapitulasi suara selesai,” ungkap Muhammad.

“Dengan tidak diterimanya Papua Forest Watch sebagai Pemantau Pilkada Raja Ampat, kami melihat ini sebagai perbuatan sewenang-wenang yang dilakukan oleh KPU, hal ini juga merupakan pelanggaran Pilkada yang dilakukan secara Terstruktur, Sistematis dan Masif,” sambungnya.

Selain tidak dilibatkannya pemohon sebagai Pemantau Pilkada, ada 16 pelanggaran Pilkada lain yang mendasari pemohon menggugat ke MK.

“Pelanggaran sangat signifikan, seperti penyelenggara tidak melakukan tugas dengan baik, adanya money politik, ada KPPS mencoblos lebih dari satu kali, intimidasi, keterlibatan ASN, dan banyak lainnya,” jelas Muhammad.

Lebih lanjut, Muhammad menyebutkan gugatan Papua Forest Watch juga memasukkan dugaan pelanggaran dan kecurangan Pilkada Raja Ampat kepada Bawaslu RI dan DKPP RI. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA