Menurut Eksekutif Walhi Nasional, Wahyu Perdana, pernyataan presiden tersebut terlalu menyederhanakan peristiwa banjir di Kalsel yang membuat ribuan terpaksa mengungsi.
“Terlalu mensimplifikasi kalau mengatakan hanya curah hujan. Curah hujan punya pola yang hanpir sama, tapi bencana ini tidak terjadi setiap tahun, tapi itu terjadi saat ini. Berarti ada ekosistem yang rusak,†ucap Wahyu kepada
Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (20/1).
Wahyu menambahkan, pernyataan tersebut seakan-akan presiden menyederhanakan wilayah pemukiman dan hilir pada saat musim penghujan.
“Kadang hujannya berada di hulu, itu kemudian kenapa datangnya juga banjir air keruh, menunjukkan tutupannya terbuka sehingga endapannya ikut terbawa,†jelasnya.
Dalam catatan Walhi, sebagian dari wilayah Kalimantan Selatan yang saat ini terjadi bencana banjir telah berubah menjadi kawasan konsesi.
“Kalau melihat banyak kawasan yang hilang, itu sebagian besar kawasan ekosistem gambut. Gambut itu punya fungsi hidrologis untuk menyerap air, dia jadi seperti spons gitu. Risikonya kalau ekosistem rusak musim kering dia jadi kebakaran, musim hujan jadi kebanjiran,†urainya.
Hal ini, lanjut Wahyu, bukan kali pertama terjadi banjir besar di Kalimantan Selatan. Namun juga ditemukan di beberapa wilayah yang lahan gambutnya rusak.
“Ini bukan pertama kali kami temukan di Kalsel yang hampir dominan kawasan gambutnya rusak, ketika musim penghujan muncul banjir itu dominan di Sumatera dan Kalimantan,†tandasnya.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: