Analis sosial politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedilah Badrun menilai jalan pikiran hakim MK tidak progresif. Mereka tidak memiliki niatan untuk memikirkan masa depan demokrasi yang berkualitas.
"Tentu ini keputusan yang tidak berpikir ke depan, tidak progresif, tidak memikirkan masa depan Indonesia dan masa depan demokrasi yang berkualitas," ujar Ubedilah kepada
Kantor Berita Politik RMOL, Kamis (21/1).
Ubedilah pun mempertanyakan kredibilitas argumen lima dari sembilan hakim MK yang menolak gugatan RR. Di mana, MK menilai bahwa permohonan RR tidak dapat diterima karena lemahnya
legal standing.
"Saya mencermati putusan MK ini aneh, sebab sebelumnya 12 gugatan kepada MK tentang
threshold dengan individu dan lembaga, 11 dari 12 gugatan itu diperkenankan dibahas, diadili oleh MK. Jadi sebenarnya
legal standing mereka sama seperti Rizal Ramli," jelas Ubedilah.
Tak pelak, sambungnya, putusan MK atas gugatan RR itu memunculkan dugaan kuat bahwa MK tidak menjalankan fungsinya dengan benar.
"Terlihat lebih berpihak pada kekuasaan. Rasa keadilan terlihat diabaikan. Jadi jika ada yang mengatakan MK itu bukan Mahkamah Konstitusi tapi Mahkamah Kekuasaan itu ada benarnya," pungkasnya.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: