Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Soal Bancakan Bansos, Indriyanto Seno Adji: Prinsip Hukum Dan Etika Jurnalistik Harus Tetap Dijaga

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/diki-trianto-1'>DIKI TRIANTO</a>
LAPORAN: DIKI TRIANTO
  • Senin, 25 Januari 2021, 23:41 WIB
Soal Bancakan Bansos, Indriyanto Seno Adji: Prinsip Hukum Dan Etika Jurnalistik Harus Tetap Dijaga
Pakar hukum, Indriyanto Seno Adji/Net
rmol news logo Pemberitaan media mainstream sebagai tonggak kebebasan pers diharapkan tetap menjaga karakter yang fair and accurate dalam menyajikan pemberitaan.
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa

Hal tersebut ditegaskan pakar hukum Indriyanto Seno Adji merespons ramainya pemberitaan dugaan korupsi bantuan sosial Covid-19 yang kini masih dalam proses hukum yang dijalankan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

“Hindari adanya stigmatis yang pre-judicial mengarah pada kesalahan seseorang sebelum adanya putusan pengadilan," kata Indriyanto kepada wartawan, Senin (25/1).

Secara khusus, ia menyoroti pemberitaan dugaan korupsi bansos oleh Tempo soal 'bancakan bansos banteng' yang diduga mengarah ke elite Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).

"Walaupun masih diperdebatkan, misalnya saja substansi pemberitaan 'Bancakan Bansos Banteng' di sebuah majalah terkemuka edisi minggu ini yang proses hukumnya masih berlangsung, sebaiknya tetap menjaga prinsip-prinsip hukum dan etika, khususnya dalam menilai dampak pemberitaannya," lanjutnya.

Menurutnya, media sebagai kekuatan mediator sosial harus berposisi adil dan berimbang. Oleh sebab itu, substansi pemberitaan diharapkan selalu melakukan prinsip cover both sides.

"Meskipun kewajiban media telah melakukan komunikasi cover both sides, tapi jika substansi pemberitaan tetap pre-judice, maka harus dianggap sebagai pelanggaran hukum dan etika pemberitaan, meski menjadi polemik sebagai suatu kewajaran," lanjut pengajar program Pascasajana Studi Ilmu Hukum Universitas Indonesia (UI) ini.

Di sisi lain, ia mengamini adanya pemberian hak jawab di dalam media. Namun hal itu bukan berarti tidak ada pelanggaran hukum dan etika atas substansi pemberitaan. Pemberitaan juga diharapkan menghindari adanya pembentukan mis leading opinion kepada publik yang justru dapat merugikan perlindungan hak asasi seseorang.

"Hak Tolak Pers sebagai previlege rights agar tidak disalahgunakan oleh pers untuk melakukan actual malice yang meragukan motif dari orang yang menjadi korban pemberitaannya. Ini merupakan bentuk abuse secara hukum dan etika," tegasnya.

Dia mengungkapkan, media tetap terikat untuk tidak melanggar right to distort atau mengacaukan pemberitaan yang substansinya membentuk mis leading opinion bahwa seolah-olah seseorang bertanggung jawab secara hukum.

"Pengabaian right of distort adalah bentuk pelanggaran etik dan hukum. Kebebasan tidak bisa dan tidak akan pernah dimaknai secara absolut tanpa batas, dan kebebasan absolut tanpa batas inilah bentuk dari pelanggaran etika dan hukum," tutupnya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA