Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Demokrat Setuju Normalisasi Pilkada 2022 Dan 2023, Begini Alasannya

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/faisal-aristama-1'>FAISAL ARISTAMA</a>
LAPORAN: FAISAL ARISTAMA
  • Rabu, 27 Januari 2021, 16:17 WIB
Demokrat Setuju Normalisasi Pilkada 2022 Dan 2023, Begini Alasannya
Ilustrasi
rmol news logo Partai Demokrat setuju dengan normalisasi penyelenggaraan Pilkada 2022 dan 2023 dalam revisi UU Pemilu.

Sebab, pikada merupakan momen emas bagi masyarakat untuk memilih pemimpin terbaik di daerahnya masing-masing.

Termasuk dalam hal ini memilih kepala daerah yang berintegritas, kompeten, dan memiliki komitmen penuh untuk membangun daerah dan masyarakat yang dipimpinnya.

Demikian disampaikan Kepala Badan Komunikasi Publik DPP Partai Demokrat, Herzaky Mahendra Putra, dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (27/1).

"Perlu ada waktu dan kesempatan cukup bagi masyarakat untuk mengetahui dan mempelajari visi, misi, dan program kerja dari tiap kepala daerah," kata Herzaky.

"Jika pilkada dilaksanakan di waktu yang berdekatan dengan pilpres, di tahun yang sama meskipun berbeda bulan. Bagaimanapun, pilpres memiliki daya magnet yang luar biasa," sambungnya.

Keserentakan pilpres dan pileg di 2019 lalu, kata Herzaky, memberikan contoh nyata bagaimana pileg tenggelam di tengah hiruk pikuk pilpres. Begitu juga kemungkinan nasib pilkada yang bakal dilaksanakan berdekatan dengan Pilpres.

"Pertarungan di Pilkada pun bisa jadi bukan lagi politik gagasan," tegas Herzaky.

Bahkan menurutnya, kompleksitas kompetisinya bisa memunculkan godaan melakukan tindakan-tindakan ilegal seperti politik uang, politik identitas, maupun penyalahgunaan kekuasaan.

"Apalagi jika kita mempertimbangkan lamanya masa jabatan penjabat kepala daerah di sebagian besar wilayah Indonesia jika Pilkada 2022 dan 2023 ditunda ke tahun 2024," tuturnya.

Sedikitnya ada 272 daerah dan sebagian merupakan epicentrum pandemi covid-19. Artinya, tidak ada jaminan apabila pandemi Covid-19 akan berakhir di 2022 atau 2023, dan begitu pula dengan resesi ekonomi.

"Ketiadaan kepala daerah definitif hasil pemilu membuat rentannya daerah karena penjabat kepala daerah tidak bisa membuat keputusan strategis," ucapnya.

"Banyak keputusan penting akan terhambat dan berujung pada upaya pencapaian program pemerintahan tidak dapat berjalan optimal," demikian Herzaky. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA