“Energi kita sebaiknya dicurahkan sepenuhnya menghadapi pandemi Covid-19 yang tak kunjung usai. UU Pemilu sebelumnya masih kompatibel dalam kondisi sekarang,†ujar Ketua Network for Indonesian Democratic Society (Netfid), Dahliah Umar dalam keterangan tertulisnya, Kamis (28/1).
Selain penanganan Covid-19, kata dia, agenda pemulihan ekonomi nasional juga lebih penting dibanding melakukan revisi UU Pemilu. Selain itu, akan terjadi debat panjang di parlemen yang menguras energi dan bisa mengalihkan fokus utama bangsa.
“Jika tujuannya adalah mengatur keserentakan pemilu, UU yang ada sudah mengaturnya, yakni serentak pada tahun 2024,†jelasnya.
Bahkan proses transisi menuju 2024 telah disiapkan dan diatur oleh UU. Apalagi Pilkada 2024 sebagaimana diamanatkan UU 10/2016 belum dilaksanakan. Selain itu, keserentakan dalam satu tahun pemilu diyakini memiliki beberapa keuntungan.
Pertama, kontestasi dan konflik politik pemilu hanya terjadi dalam satu tahun pemilu saja, yakni 2024. Kedua, akan menghemat anggaran yang sangat signifikan.
Selain itu, jika pembahasan revisi UU Pemilu tetap diteruskan DPR, ia menyebut akan membuat produk legislasi tidak sempurna.
“Membuat UU yang terburu-buru tidak akan menyelesaikan persoalan dan berpotensi menyimpan masalah. Pada akhirnya yang muncul adalah gugatan uji materi ke MK yang tak kunjung selesai,†tandasnya.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: