Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Kebijakan PPKM Skala Mikro Dinilai Terlambat, Ubedilah Badrun: Cara Berpikir Jokowi Harus Dikoreksi

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/jamaludin-akmal-1'>JAMALUDIN AKMAL</a>
LAPORAN: JAMALUDIN AKMAL
  • Jumat, 12 Februari 2021, 11:19 WIB
Kebijakan PPKM Skala Mikro Dinilai Terlambat, Ubedilah Badrun: Cara Berpikir Jokowi Harus Dikoreksi
Analis sosial politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedilah Badrun/RMOL
rmol news logo Sejak awal pandemi Covid-19 melanda Indonesia, Presiden Joko Widodo sudah salah tafsir atas UU Kekarantinaan Kesehatan.
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa

Hal itu disampaikan analis sosial politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedilah Badrun, terkait pernyataan Presiden Jokowi soal pemberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) skala mikro.

"Maaf, Jokowi ini cara berpikirnya perlu dikoreksi. Jokowi sejak awal pandemi Covid-19 salah tafsir atas UU Kekarantinaan Kesehatan, atau tidak mau laksanakan UU tersebut," ujar Ubedilah kepada Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (12/2).

"Sekarang baru sadar atau baru mau laksanakan ketika yang positif Covid-19 sudah 1 juta orang lebih, sudah telat. Padahal waktu itu yang positif Covid baru sekitar seribu orang," tambahnya.

Padahal sejak Maret 2020, para akademisi, profesor, ilmuwan sudah mengingatkan Jokowi agar melaksanakan UU 6/2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.

Yaitu melakukan karantina wilayah atau lockdown wilayah. Bisa dimulai dari karantina rumah dan rumah sakit.

Jika meluas, bisa karantina wilayah satu kelurahan dan seterusnya hingga satu provinsi jika penyebaran terus meluas.

"Tetapi saran itu tidak didengar, dia cuek. Lebih utamakan kebijakan ekonomi dengan mengeluarkan Perpu 1/2020 waktu itu karena tekanan oligarki ekonomi," terang Ubedilah.

Akibat salah prioritas itu, lanjut Ubedilah, kini terbukti kebijakan yang berorientasi ekonomi gagal. Di mana, investasi minus 6 persen, dan angka pertumbuhan ekonomi selama 2020 minus 2,07 persen.

"Jadi terbukti gagal skala prioritasnya. Korban keburu berjatuhan makin banyak hingga kini lebih dari 32.000 rakyat Indonesia yang meninggal dunia dan yang terkonfirmasi positif Covid sudah lebih dari satu juta rakyat," jelas Ubedilah.

Ubedilah pun menilai pernyataan Jokowi saat ini merupakan pernyataan yang salah tafsir.

"Jadi jika Jokowi berkata 'untuk apa lockdown jika yang terkena virus cuma satu kelurahan?' Itu kalimat yang tidak paham konsep lockdown atau karantina, tafsirnya keliru tentang UU 6/2018," tutur Ubedilah.

Dalam Pasal 49 UU tersebut, disebutkan bahwa karantina dimulai dari karantina rumah, karantina rumah sakit, karantina wilayah, dan pembatasan sosial berskala besar (PSBB).

"Nah Jokowi memilih PSBB padahal langkah karantina sebelumnya tidak dilakukan secara sistematis, sehingga penyebaran terus terjadi karena kebijakan PSBB itu lalu lintas sosial masih dibolehkan," tutur Ubedilah.

"Jokowi mungkin sengaja, atau kurang paham, atau lupa menyebut satu kelurahan itu bukan wilayah. Padahal satu kelurahan itu jumlah penduduknya bisa puluhan ribu loh," tegasnya.

Dengan demikian, kata Ubedilah, langkah untuk karantina skala mikro merupakan langkah yang tidak tepat. Karena, virus Covid-19 sudah terlanjur menyebar kemana-mana.

"Itu sudah telat, karena virus corona sudah ke mana-mana, makin repot. Kekacauan kebijakan selama satu tahun itu akibat lemahnya leadership Jokowi," pungkasnya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA