Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Laksamana: Perang Buzzer Murni Kepentingan Elite

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/widian-vebriyanto-1'>WIDIAN VEBRIYANTO</a>
LAPORAN: WIDIAN VEBRIYANTO
  • Senin, 15 Februari 2021, 13:56 WIB
Laksamana: Perang Buzzer Murni Kepentingan Elite
Ilustrasi media sosial/Net
rmol news logo Isu buzzer selalu dipermasalahkan dan jadi kambing hitam oleh mereka yang kalah dalam menggiring opini publik untuk kepentingan politik pragmatis kelompok tertentu.

Pertarungan opini kini memang makin tajam terjadi di lini media sosial dengan berbagai platform yang digunakan. Media mainstream bahkan seolah kewalahan menghadapi serbuan dari ganasnya ombak buzzer di media sosial, yang dipenuhi informasi yang tidak bisa lagi distir oleh satu kelompok tertentu saja.

Begitu kata pengamat politik Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Studi Masyarakat dan Negara (Laksamana), Samuel F. Silaen kepada wartawan di Jakarta, Senin (15/2).

“Masyarakat Indonesia di semua lapisan sudah hampir melek teknologi informasi. Tua dan muda bahkan anak-anak TK juga sudah pinter main gadget. Ini kemajuan teknologi informasi yang menerobos dinding tembok tebal dan tidak berdinding apalagi,” ujarnya.

Singkatnya, rakyat Indonesia hampir tidak bisa lagi dimobilisasi sesuai isu tertentu saja. Rakyat sudah tahu mana informasi yang benar dan mengandung kebaikan apabila diviralkan.

Sementara yang terjadi di linimasa media sosial adalah perang kepentingan lewat 'perusahaan' penyedia jasa layanan buzzer di antara kelompok elite politik saja. Perang ini tidak ada hubungannya langsung dengan masyarakat kalangan bawah.

“Ini murni pertarungan opini publik di kalangan elite politik, akademisi, dan tokoh masyarakat menengah atas,” ungkap alumni Lemhanas Pemuda 2009 itu.

Pertanyaannya kemudian adalah apa yang salah dari kegiatan buzzer. Bagi Silaen, kegiatan buzzer tidak salah selama tidak melanggar aturan yang berlaku. Misalnya ujaran kebencian, menghasut (permusuhan, intoleransi), pornografi itu baru pelanggaran, dan sebagainya.

Buzzer bekerja sesuai kebutuhan yang membayar. Sementara kerja buzzer jadi barang dagangan yang laku di pasaran. Untuk itu, Silaen meminta masyarakat untuk tidak menyalahkan buzzer.

“Kecuali elite menemukan penyalahgunaan anggaran keuangan negara, buat kepentingan kelompok politik tertentu, dan dapat dibuktikan, laporkan saja ke polisi,” tegasnya.

“Selama anggaran keuangan negara itu basisnya sebagai biaya belanja iklan marketing dan itu dilakukan sesuai dengan kaidah dan mekanisme yang berlaku. Apa yang salah?"  sambung Silaen. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA