Demikian disampaikan anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Aceh, Fuadri, terkait polemik pelaksanaan Pilkada di wilayah Serambi Mekkah tersebut.
“Regulasi yang ada di Aceh jangan diotak-atik lagi oleh pemerintah pusat. Walaupun pemerintah pusat ingin melakukan perbaikan terkait pelaksanaan pilkada secara nasional. Tapi jangan ganggu Aceh,†kata Fuadri dalam diskusi daring yang digelar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Syiah Kuala, Sabtu kemarin (28/2).
Dilaporkan
Kantor Berita RMOLAceh, Fuadri menegaskan bahwa dalam penentuan pelaksanaan pilkada, seharusnya pemerintah pusat harus bersikap konsisten.
Namun hingga saat ini, kata Fuadri, DPR RI tidak pernah berkonsultasi dengan DPR Aceh untuk mengubah pelaksanaan Pilkada dari 2022 menjadi 2024 yang digelar serentak secara nasional.
Dalam kesempatan yang sama, pengamat politik Universitas Nasional Jakarta, TB Massa Djafar mengatakan, setiap perubahan yang bersinggungan dengan kekhususan Aceh harus dikonsultasikan dengan DPR Aceh.
Selain menjadi acuan yang tertera dalam UUPA, konsultasi juga perlu dilakukan untuk menghindari timbulnya permasalahan di kemudian hari.
Menurut TB Massa, terdapat tiga tahap pilkada. Yakni sirkulasi elite, fungsi pemerintahan dan pelayanan publik, serta persoalan ekonomi yang merupakan hal kontroversial dan fundamental.
Saat ini, kata Massa, konsolidasi demokrasi di Aceh belum selesai.
“Oleh karena itu kebijakan dari pemerintah pusat akan sangat menentukan. Apakah perubahan dari kebijakan tersebut semakin menguatkan atau sebaliknya,†tandas Massa.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.