Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Pembangunan Untuk Naikkan Peradaban, Tapi Bukan Dengan Fly

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/agus-dwi-1'>AGUS DWI</a>
LAPORAN: AGUS DWI
  • Selasa, 02 Maret 2021, 17:46 WIB
Pembangunan Untuk Naikkan Peradaban, Tapi Bukan Dengan <i>Fly</i>
Gde Siriana Yusuf/Ist
rmol news logo Peraturan Presiden No 10 tahun 2021, yang lampiran soal investasi minuman keras (miras) di 4 provinsi telah dicabut Presiden Joko Widodo, disebut politikus PDI Perjuangan Hendrawan Supratikno didorong oleh semangat kearifan lokal.

"Pernah menjadi perdebatan ketika di DPR dilakukan pembicaraan tentang RUU Minuman Beralkohol (2014-2019), yang berakhir dengan tidak ditemukan kesepakatan final. Intinya, sejumlah rambu tetap dibutuhkan untuk meminimalisir efek negatif miras. Semangatnya sesuai dengan kearifan lokal di masing-masing daerah," kata Hendrawan kepada wartawan, Sabtu kemarin (27/2).

Pernyataan Hendrawan ini disesali oleh Komite Politik Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI), Gde Siriana Yusuf. Ia mengakui kalau miras sudah ada sejak zaman dahulu. Tapi tak pernah dianggap menjadi sebuah kearifan lokal.

"Tuak, judi, candu, mencuri, dan zina sudah dilarang sejak zaman (kerajaan) Nusantara. Di Jawa, dalam sejarah Kerajaan Demak ada konsep 'Mo Limo' yang diajarkan salah satu Wali Songo yaitu Sunan Ampel. Tentunya hal ini juga ada diajarkan di kerajaan-kerajaan lainnya di Nusantara," papar Gde Siriana kepada Kantor Berita Politik RMOL, Selasa sore (2/3).

"Bahwa miras ada di dalam masyarakat sejak era Nusantara, iya benar adanya. Seperti juga perilaku melacur, madat, membunuh, merampok, bahkan memperkosa perempuan. Tapi kesemuanya itu tak layak disebut sebagai suatu kearifan lokal," tambahnya.

Pernyataan elite PDI Perjuangan itu, menurut Gde Siriana, sama saja mengatakan bahwa bangsa Nusantara yang sekarang menjadi Indonesia ini sebagai bangsa yang menyukai perbuatan buruk tersebut. Padahal dalam sejarah perdaban manusia di belahan dunia manapun, semua itu dianggap penyakit masyarakat.

Dan hari ini pun, ditegaskan Direktur Eksekutif Indonesia Future Studies (INFUS) itu, hanya di negara-negara yang bukan berpenduduk mayoritas muslim miras itu menjadi budaya.

"Jadi ucapan politikus PDIP ini sama saja dengan menyetujui penyakit masyarakat yang dia sebut 'kearifan lokal' itu juga dapat dilegalkan, seperti perjudian dan pelacuran," tuturnya.

Indonesia, lanjut Gde, tidak perlu meniru negara-negara lain yang menjadikan miras sebagai budaya. Indonesia punya kearifan lokal yang luhur dan lebih beradab.

Dan masih banyak sektor lainnya yang bisa dikembangkan untuk keuangan negara dan pembangunan, tanpa ada dampak sosialnya.

"Ingat bung, pembangunan negeri ini untuk untuk membawa peradaban bangsa ke level yang lebih tinggi. Tapi bukan dengan fly," tutup Gde Siriana. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA