Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Lampiran Miras Perpres 10/2021 Dicabut, Bamsoet: Kepentingan Ekonomi Tidak Boleh Mendahului Kepentingan Kebangsaan

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ahmad-kiflan-wakik-1'>AHMAD KIFLAN WAKIK</a>
LAPORAN: AHMAD KIFLAN WAKIK
  • Rabu, 03 Maret 2021, 14:31 WIB
Lampiran Miras Perpres 10/2021 Dicabut, Bamsoet: Kepentingan Ekonomi Tidak Boleh Mendahului Kepentingan Kebangsaan
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo/Net
rmol news logo Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mengapresiasi langkah cepat Presiden Joko Widodo yang mencabut lampiran Perpres 10/2021 tentang investasi minuman keras.

Bagi Bamsoet, sapaan karibnya, keputusan itu menunjukan bahwa Presiden Jokowi sangat peka terhadap masukan yang datang dari berbagai kalangan masyarakat. Khususnya, dari para tokoh agama sepeti MUI, PBNU, Muhammadiyah, dan lain sebagainya.

"Indonesia memang bukan negara agama. Melainkan negara yang hidup bersumber dari nilai-nilai agama. Dalam salah satu ajaran agama, yakni Islam, dan juga mungkin ajaran agama lainnya, minuman keras jelas dilarang," ujar Bamsoet kepada wartawan, Rabu (3/3).

"Respon cepat Presiden Joko Widodo mencabut izin investasi minuman keras tersebut sangat tepat, sehingga tak menimbulkan pro dan kontra lebih lanjut di berbagai kalangan masyarakat," imbuhnya.

Ketua DPR RI ke-20 ini mengajak masyarakat tak lagi terjerumus dalam perdebatan maupun hasutan pro dan kontra legalisasi investasi minuman keras. Jangan sampai karena hasutan beberapa pihak, justru membuat perpecahan kembali dalam tubuh bangsa Indonesia.

"Pemerintah secara konsisten juga terus mengendalikan perdagangan minuman keras, sehingga tak sembarangan orang bisa membelinya. Dalam Poin 44 Lampiran III Perpres 10/2021 mengatur dengan tegas penjualan minuman keras hanya diperbolehkan di hotel dan tempat pariwisata. Minuman keras tetap dilarang diperjualbelikan di mall, supermarket, maupun minimarket," jelasnya.

Wakil Ketua Umum KADIN ini juga memaparkan, selama ini kebutuhan minuman keras di Indonesia dipasok melalui impor.
Di tahun 2015, impor untuk minuman beralkohol dengan harmonized system (HS) 2203-2208 nilainya tercatat mencapai 10,4 juta dolar AS. Meningkat menjadi 21,2 juta dolar AS di 2016, kemudian 33,4 juta dolar AS pada tahun 2017, melejit menjadi 93,5 juta dolar AS di tahun 2018, lantas anjlok menjadi 28,4 juta dolar AS pada tahun 2019.

"Terlepas dari tingginya impor maupun potensi ekonomi yang bisa dikembangkan, pelarangan investasi minuman keras yang dilakukan Presiden Joko Widodo sudah sangat tepat. Karena diatas kepentingan ekonomi, kita harus mendahulukan kepentingan sosial kebangsaan," pungkasnya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA