Namun demikian, mantan Sekretaris Jenderal Partai Demokrat itu menjelaskan bahwa AD/ART Demokrat yang saat ini berlaku dianggap tidak melalui proses dan mekanisme yang benar.
“Kalau bicara AD/ART tahun 2020, Pak SBY enggak salah, betul. (KLB) Harus disetujui oleh Ketua Majelis Tinggi, itu betul. Tapi perubahan AD/ART itu kan tidak melalui proses mekanisme yang diatur dalam anggaran dasar. Di mana, penjelasan AD/ART itu di forum kongres bukan di luar, diubah,â€ucap Marzuki kepada
Kantor Berita Politik RMOL, Minggu (7/3).
Menurutnya, isi AD/ART tahun 2020 yang menggantikan AD/ART sebelumnya telah mematikan sistem demokrasi di internal Partai Demokrat.
“Di mana, suara orang banyak misalnya yang menghendaki KLB itu ada 400, itu enggak bisa jalan kalau Ketua Majelis Tinggi enggak setuju,†tegasnya.
“Artinya apa? Artinya fakta ini sudah ditentukan satu orang, demokrasinya mana? Kalau kita berpandangan soal itu (AD/ART 2020), betul itu tidak akan pernah ada KLB (Sibolangit),†tandasnya.
Marzuki sendiri mengakui bahwa KLB Deliserdang yang dianggap ilegal tersebut tidak menggunakan AD/ART Partai Demokrat tahun 2020, melainkan tahun 2005.
AD/ART 2020, kata dia, tidak memenuhi unsur demokrasi karena pengurus tidak melakukan kesepakatan dan musyawarah dalam melakukan perubahan AD/ART Partai Demokrat.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: