Selamat Idul Fitri
Selamat Idul Fitri Mobile
Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

GMNI: Jelang Panen Raya Malah Impor, Sangat Tidak Pancasilais

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/angga-ulung-tranggana-1'>ANGGA ULUNG TRANGGANA</a>
LAPORAN: ANGGA ULUNG TRANGGANA
  • Sabtu, 20 Maret 2021, 00:31 WIB
GMNI: Jelang Panen Raya Malah Impor, Sangat Tidak Pancasilais
Ketua Umum DPP GMNI, Arjuna Putra Aldino/RMOL
rmol news logo Pemerintah berencana akan membuka keran impor beras sebanyak sekitar 1 juta ton pada awal tahun ini. Alasannya, impor dibutuhkan untuk menjamin stok beras dalam rangka menjaga ketersediaan pangan sepanjang 2021 sehingga tidak menimbulkan gejolak sosial dan politik.

Merespons Rencana itu, Ketua Umum DPP GMNI, Arjuna Putra Aldino menolak rencana ekspor itu.

Pasalnya, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan produksi gabah kering giling (GKG) mencapai 54,65 juta ton atau setara dengan 31,33 juta ton beras.

Angka ini naik dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 54,6 juta ton GKG yang setara dengan 31,31 juta ton beras.

Data terbaru, potensi produksi periode Januari-April 2021 diprediksi bisa mencapai 14,54 juta ton, naik 26,84 persen dibandingkan periode yang sama 2020 sebesar 11,46 juta ton.

"Kami kira impor beras belum diperlukan. Mengingat angka produksi beras tahun lalu masih cukup memenuhi stok, ditambah potensi produksi awal tahun ini yang mau memasuki panen raya, bakal surplus. Jadi tidak ada urgensi untuk impor beras," tegas Arjuna.

Arjuna juga menolak alasan Menteri Perdagangan yang menyebut impor beras untuk menjaga iron stock yang diperlukan untuk kebutuhan mendesak, seperti penyaluran bantuan sosial (Bansos) atau operasi pasar untuk stabilisasi harga.

Kata Arjuna, alasan yang disampaikan pemerintah mengada-ada. Apalagi pemerintah telah mengganti program beras sejahtera (rastra) menjadi Bantuan Pangan nontunai (BPNT).

"Artinya, program social safety nets sudah tidak lagi menggunakan beras, tapi sudah non-tunai. Jadi tidak ada peningkatan kebutuhan dan problem stok yang sehoror dibayangkan pak Menteri," tambah Arjuna.

Selanjutnya, menurut Arjuna impor bukanlah solusi yang bisa menyelesaikan masalah distabilitas harga beras. Untuk menstabilkan harga beras solusinya bukanlah impor.

Usulan Arjuna, pemerintah harus menertibkan tata niaga beras yang memiliki kecenderungan berpola kartel.

Analisa Arjuna, ada segelintir distributor yang menguasai suplai beras dari petani sampai ke pasar. Mereka adalah middle man yang selama ini menikmati tingginya margin harga beras.

"Pola semacam inilah yang membuat harga beras tidak berjalan sesuai mekanisme pasar. Jadi impor tidak menyelesaikan masalah," ujar Arjuna.

Arjuna juga mengungkapkan, kebijakan impor di masa menjelang panen raya sangat rawan ditunggangi oleh praktik perburuan rente dengan mengambil keuntungan dari margin antara harga beras di negara pemasok impor dengan harga beras dalam negeri, yang selisihnya bisa dua kali lipat.

Pola semacam itu, dikatakan Arjuna hanya menguntungkan distributor nasional yang mendapatkan jatah kuota impor beras. Imbasnya, akan merugikan jutaan petani Indonesia.

Atas dasar itulah, GMNI meminta Presiden membatalkan niat pemerintah mengimpor beras menjelang masa panen raya.

"Impor boleh-boleh saja, apabila memang benar-benar paceklik kondisinya. Menjelang panen raya malah impor, sangat tidak Pancasilais," tutup Arjuna.rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA