Rizal Ramli menjelaskan bahwa intervensi eksternal terhadap sebuah partai merupakan bukti bahwa tingkat kematangan demokrasi di Indonesia masih sangat rendah.
Cawe-cawe pihak pemerintah dalam kepengurusan sebuah organisasi ini, sambungnya, sudah terjadi sejak zaman Soeharto memimpin. Tepatnya saat adanya upaya menggagalkan Gus Dur menjadi ketua umum PBNU.
“Jadi sebetulnya ini tradisi ketidakmatangan demokrasi,†tegasnya.
Di era Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), peristiwa serupa juga pernah terjadi. Tepatnya saat Muhaimin Iskandar membuat kepengurusan tandingan yang kemudian dimenangkan oleh menkumham kala itu.
“Jadi tentu nggak mungkin tanpa
blessing (restu). Akhirnya kan Gus Dur sebagai pendiri dipecat, baik sebagai ketua PKB dan anggota PKB,†tutur Menko Perekonomian era Gus Dur itu.
“Ini sudah terjadi sejak dulu. PDIP juga (di era Soeharto) sampai peristiwa Kudatuli. Ini tidak dibenarkan, harus kita benahi agar partai-partai lebih mateng,†tegasnya.
Menurut Rizal Ramli, syarat jika partai tidak mau diintervensi adalah komitmen untuk hadirkan demokrasi di internal. Jika demokratis, maka anggota akan merasa terwakili oleh kepemimpinan yang ada dan tidak akan berani melakukan KLB.
Mantan Menko Kemaritiman itu mengaku sudah emiliki cara untuk membuat partai menjadi lebih demokratis dan tidak berada di bawah ketiak cukong.
Caranya adalah dengan memberi pembiayaan partai melalui APBN. Namun demikian, pembiayaan bisa dilakukan jika ada pembenahan di sistem partai. Minimal AD/ART mereka diubah agar terjadi demokratisasi di internal.
“Harus ada di AD/ART demokrasi internal partai. Tapi kalau
ngaco-ngaco cari duitnya,
gue tangkep lu. Itu kalau RR jadi presiden,†tutupnya.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: