Kondisi ini terutama dialami partai politik yang dikuasai trah keluarga. Kalaupun ada wacana mengganti kursi kepemimpinan, maka tak akan jauh-jauh dari nama anggota keluarga penguasa partai tersebut.
Jika hal ini terus berlanjut, maka proses kemunculan para pemimpin muda bakal makin terhambat.
"Saatnya partai politik membenahi regenerasi kepemimpinan. Parpol yang dikuasai oleh trah keluarga saatnya menjadi partai terbuka. Berikan kesempatan orang di luar keluarga menantang dalam pencalonan Ketum," ujar Direktur Eksekutif Indonesia Future Studies (INFUS), Gde Siriana Yusuf, Rabu (24/3).
Ketika masih muncul aklamasi atau calon tunggal dalam sebuah proses pemilihan ketua umum partai, menurut Gde Siriana, artinya aroma dinasti politik masih kuat.
Trah keluarga makin terlihat ingin terus menguasai Partai.
Lebih jauh, Gde Siriana menyarankan jabatan ketum partai tak lebih dari 10 tahun. Sehingga ekses negatif dari lambannya proses regenerasi kepemimpinan parpol bisa ditekan.
"Juga masa jabatan Ketum Parpol tidak boleh lebih dari 10 tahun. Ini bertujuan untuk melahirkan banyak pemimpin muda. Secara nasional dampaknya dapat mencegah dominasi oligarki dan dinasti politik," demikian Gde Siriana.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: