Demikian disampaikan Guru Besar FISIP Universitas Indonesia Prof. Valina Singka dalam acara Forum Diskusi Denpasar-12 bertajuk 'Membedah Wacana Atas Amandemen Terbatas UUD 1945' pada Rabu (24/3).
"Ingat, untuk amandemen UUD 1945 itu tidak bisa dipisahkan dengan demokratisasi," ujar Valina.
Valina mengurai, perlunya mengacu demokratisasi dalam amandemen UUD 1945 itu merupakan perintah dari konstitusi negara itu sendiri.
Menurutnya, saat amandemen UUD era reformasi hingga tahun 2022 dilakukan tidak lain mengacu pada semangat dan cita-cita reformasi.
"Pembatasan kekuasan. Distribusi antara cabang-cabang kekuasaan trias politica (Montesque). Pertimbangan persoalan hukum, pendidikan, ekonomi, jaminan sosial. Itu perintah konstitusi," tegasnya.
Valina selaku salah satu pelaku sejarah amandemen UUD 1945 di era reformasi ini menegaskan bahwa amandemen bukan perkara sederhana dan mudah. Ia menegaskan, hasil dari amandemen itu telah mengubah secara mendasar sistim kenegaraan Indonesia.
"MPR tidak lagi sebagai lembaga tertinggi negara. MPR tidak lagi bisa memilih presiden. Hingga memperkuat sistim presidensial. Bahkan, ketentuan impeachment diatur sedemikian sulitnya menjatuhkan presiden yang dipilih langsung oleh rakyat," tandasnya.
Acara yang dibuka oleh Wakil Ketua MPR Rerie Lestari Moerdijat itu turut dimeriahkan sejumlah narasumber antara lain Ketua Fraksi Nasdem MPR RI Taufik Basari, pakar hukum tata negara Universitas Pasundan Atang Irawan, dan Direktur Eksekutif Indobarometer Muhammad Qodari.
Selain itu, hadir pula sebagai penanggap Pemimpin Redaksi
Kantor Berita Politik RMOL Ruslan Tambak, dan Department of Politics and International Relations, CSIS Arya Fernandez.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: