Demokrasi bukan bermakna sebaliknya, di mana masyarakat yang beragam harus dipaksa seragam. Demokrasi justru harus beradab dan berperikemanusiaan sehingga bisa memberi rasa keadilan dan berjalan sesuai tujuannya untuk mencapai kesejahteraan.
Begitu urai Ketua Majelis Jaringan Aktivis Pro Demokrasi (ProDEM) Iwan Sumule saat berbincang dengan redaksi mengenai kondisi demokrasi Indonesia di era kekinian, Senin (29/3).
Namun demikian, Iwan Sumule menyoroti bahwa di era Presiden Joko Widodo telah terjadi pergeseran makna demokrasi ke arah yang tidak baik. Iwan Sumule menyebutnya dengan istilah 'demokrasi belantara'.
“Di era Jokowi terjadi ‘demokrasi belantara’, hukum rimba berlaku, bukan hukum negara. Dalam ‘demokrasi belantara’, yang kuat dan buas yang menang,†urainya.
Contoh nyatanya, sambung Iwan Sumule adalah ketidakadilan dan kesewenang-wenangan pemerintah dalam melakukan pembubaran ormas. Tidak sedikit ormas yang dibubarkan tanpa menjalani persidangan sebagaimana mestinya.
Selain itu, dalam upaya menyeragamkan pendapat acapkali terjadi kekerasan terhadap demonstran, pemenjaraan aktivis, perampasan partai politik, hingga
unlawful killing dalam tragedi KM 50.
“Semuanya itu menunjukkan bagaimana ‘demokrasi belantara’ terjadi dan dipraktikkan,†tegas Iwan Sumule.
Konstitusi negara yang dibuat dan membuat setiap orang yang beragam disatukan menjadi sebuah bangsa dan negara pun mulai diabaikan. Bahkan dilanggar di masa Jokowi berkuasa.
Jika rakyat terus berdiam, Iwan Sumule khawatir semua akan dimangsa oleh buasnya penguasa. Sikap diam yang melulu juga akan membuat demokrasi punah.
“Keberlangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara juga akan terancam bubar. Jadi ini saatnya melawan!†demikian Iwan Sumule.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: