Menurut Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) Ujang Komarudin, kebijakan tersebut menunjukkan bahwa pemerintah tidak melakukan kajian mendalam dan utuh.
"Kebijakan yang kontraproduktif. Jika mudik dilarang, harusnya pariwisata jangan dibuka. Ini menandakan kebijakan diambil tidak utuh dan tidak berbasis pada kajian yang mendalam," kata Ujang Komarudin kepada
Kantor Berita Politik RMOL, Senin (29/3).
Pengamat politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia ini menilai, kebijakan pelarangan mudik lebaran 2021 cenderung parsial dan random.
Sebab, jika pelarangan mudik bagi pemerintah betul-betul dilakukan untuk menghambat dan memutus mata rantai penyebaran Covid-19. Seharusnya tempat-tempat wisata itu tidak dibuka.
"Tempat-tempat wisata dibuka itu bukan menghambat penularan, tapi bisa menambah dan menyebar penularan," pungkasnya.
Pemerintah melalui Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy secara resmi melarang mudik lebaran 2021.
Di sisi lain, pemerintah sedang menggalakkan sektor pariwisata karena bakal membuka pintu bagi turis untuk masuk ke sejumlah destinasi wisata di Indonesia. Dengan catatan, kasus Covid-19 turun dan mendapat dukungan negara tetangga.
Saat Rapat Kerja Nasional Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), di Jakarta, Kamis (18/3), Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno mengatakan, mudah-mudahan Juni-Juli sudah bisa dimulai wisatawan mancanegara.
Bahkan, di Kepulauan Riau, pintu wisata akan dibuka lebih awal. Ditargetkan pada 21 April 2021.
Lewat safe travel corridor untuk wisatawan asal Singapura, Sandiaga bilang, ada dua zona yang disiapkan, yakni Nongsa dan Bintan Lagoi.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: