Menurut pengamat politik, Nasrul Zaman, penundaan ini menunjukkan kerelaan Aceh mengikuti kepentingan nasional secara utuh. Karena Aceh akan melakukan apa saja untuk membuktikan nasionalisme tersebut. Termasuk mengorbankan Pilkada.
"Bagus untuk Aceh. Artinya momentum bagi Aceh untuk menyatakan nasionalisme terhadap Indonesia," kata Nasrul kepada
Kantor Berita RMOLAceh, Senin (5/4).
Dalam Undang Undang Pemerintah Aceh, lanjut Nasrul, pelaksanaan pemilihan kepala daerah hanya disebutkan lima tahun sekali. Sedangkan tentang panwaslih yang jelas-jelas ada di UUPA, pemerintah Aceh tidak bisa memperjuangkan. Namun, hanya ada tetap panwaslu.
Nasrul menambahkan, Pemerintah Aceh dan DPR Aceh jangan banyak bercanda dengan UUPA. Ada hal-hal yang tidak tergolong subtansi diperjuangkan setengah mati. Sebaliknya, justru yang subtansi di UUPA tidak diperjuangkan.
Selain itu, Nasrul juga menyoal anggaran pelaksanaan Pilkada di APBA. Masalahnya, Pemerintah Aceh dan DPR Aceh tidak menetapkan anggaran tersebut.
"Kan tidak dianggarkan. Kalau dianggarkan dari 2020 kemarin di RAPBA kemudian RAPBA 2021 ada, kan tidak ada masalah," jelas Nasrul.
Menurut Nasrul, kerepotan yang terjadi saat ini karena tidak dianggarkan oleh eksekutif dan legislatif. Namun, yang tersedia hanya anggaran tidak terduga.
Anggaran tidak terduga, tegas Nasrul, tidak boleh digunakan untuk pemilihan kepala daerah. Tapi, untuk keadaan mendadak ketika ada bencana dan lainnya.
"Jadi sebanarnya mereka bercanda, berlagak serius, melaksanakan pilkada tapi persiapan dari 2021 tidak punya," tandas Nasrul.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: