"Dan karena kecil itu lebih bisa direkayasa," kata Dahlia Umar dalam program Tanya Jawab Cak Ulung yang diselenggarakan
Kantor Berita Politik RMOL bersama Front Page Comm bertajuk "Monitor PSU Pilkada 2020" secara daring, Kamis (8/4).
Hal ini, kata Dahlia, menjadi ujian dari Badan Pengawas Pemilu atau Bawaslu bagaimana Pemungutan Suara Ulang (PSU) betul-betul murni tidak melibatkan politik uang walaupun persaingannya sangat ketat.
"Saya berharap di PSU ini semua pihak dapat memaksimalkan fungsi-fungsinya," tandas Dahlia.
Disisi lain, Dahlia juga mengungkap kalau PSU justru sangat membuka lebar terjadinya politik uang atau money politic. Misalnya, ia memberi gambaran bahwa kandidat pemenang akan merasa terancam dengan adanya PSU, sehingga sangat memungkinkan bermain politik uang.
Sebaliknya, sambung Dahlia, pihak atau kandidat yang kalah akan mengkalkulasi dengan tujuan untuk mengambil selisih suara dari pemenang Pilkada.
"Pasti akan ada usaha melakukan mobilisasi massa dengan uang, bayar pemilih supaya dia menang dalam PSU," ungkap Dahlia.
Kemudian bagi yang menang bisa memungkinkan memberikan uang kepada masyarakat agar tidak datang ke Tempat Pemungutan Suara (TPS), dengan begitu, suara tidak berubah.
"Nah yang seperti ini harus juga menjadi objek pemantauan, pengawas," tandas Dahlia.
Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskan 16 daerah diminta lakukan pemungutan suara ulang (PSU). Terdiri dari sengketa Bupati Teluk Wondama, Bupati Yalimo, Bupati Nabire sebanyak dua perkara, Bupati Morowali, dan sengketa pemilihan Gubernur Kalimantan Selatan.
Selanjutnya, Bupati Labuhanbatu Selatan, Bupati Halmahera Utara, Bupati Labuhanbatu, dan Bupati Penukal Abab Lematang Ilir, Lalu sengketa Bupati Rokan Hulu, Bupati Mandailing Natal, Bupati Indragiri Hulu, Gubernur Jambi, Wali Kota Banjarmasin, dan Bupati Boven Digoel.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: